BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kitab suci yang sempurna yang mengandung
semua hal dalam kehidupan manusia, baik kehidupan dunia yang berupa tuntunan
ibadah, pergaulan dalam keluarga dan masyarakat, cerita-cerita umat terdahulu, maupun
kehidupah akhirat berupa hari kiamat, surga, neraka dan lainnya. Dalam
al-Qur’an banyak terdapat ayat-ayat yang menceritakan hal-hal yang samar dan
abstrak. Manusia tidak mampu mencernanya jika hanya mengandalkan akalnya
saja.Sehingga sering kali ayat-ayat tersebut diperumpamakan dengan hal-hal yang
konkret agar manusia mampu memahaminya.[1]
Untuk memahami itu semua maka ulama’ tafsir menganggap perlu
adanya ilmu yang menjelaskan tentang perumpamaan dalam al-Qur’an agar manusia
mampu mengambil pelajaran dengan perumpamaan-perumpamaan tersebut.Karena itulah
penulis mencoba menjelaskan tentang ilmu tersebut, yaitu Ilmu Amtsal
al-Qur’an.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Amtsal al-Qur’an?
2. Apa saja macam-macam Amtsal
al-Qur’an?
3. Apa faedah dan tujuan mempelajari Amtsal
al-Qur’an?
C.
Manfaat Penulisan
Manfaat
dari penulisan makalah ini yaitu selain salah satu tugas mata kuliah Ulumul
Quran, penulis berharap dengan tulisan atau makalah ini senantiasa dapat
menambah ilmu pengetahuan yang telah kita miliki khususnya dalam bidang mata
kuliah Ulumul Quran.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Amtsal Al-Qur’an
[2]Kata amtsal merupakan bentuk
jamak dari mufrod mitslu.Kata mitslu dalam segi arti maupun
bentuk lafazhnya itu sama dengan lafazh syibhu yaitu matsalu, mitslu dan
matsiil yang sama dengan lafazh syabahu, syibhu dan syabiih. Kata
mitslu secara etimologi mempunyai 3 arti, yaitu:
1) Kata mitslu yang artinya sama
dengan kata syibhu yaitu penyerupaan.
2) Sebagian ulama’ mengatakan bahwa
lafazh mitslu adalah keadaan atau cerita yang menakjubkan. Sebagaimana
yang dikatakan oleh orang arab yaitu:
وَيُطْلَقُ
الْمِثْلُ عَلَى اْلحَالِ وَالْقِصَّةِ الْعَجِيْبَةِ الْشَأْنِ
Arti ini banyak digunakan dalam
penerapan lafazh mitslu pada al-Qur’an. Sebagaimana dalam surat Muhammad
ayat 15:
مَثَلُ
الْجَنَّةِ الَّتِي وُعِدَ الْمُتَّقُونَ فِيهَا أَنْهَارٌ مِنْ مَاءٍ غَيْرِ
ءَاسِنٍ وَأَنْهَارٌ مِنْ لَبَنٍ لَمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهُ وَأَنْهَارٌ مِنْ
خَمْرٍ لَذَّةٍ لِلشَّارِبِينَ وَأَنْهَارٌ مِنْ عَسَلٍ مُصَفًّى وَلَهُمْ فِيهَا مِنْ
كُلِّ الثَّمَرَاتِ وَمَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ كَمَنْ هُوَ خَالِدٌ فِي النَّارِ
وَسُقُوا مَاءً حَمِيمًا فَقَطَّعَ أَمْعَاءَهُمْ
Artinya: “(Apakah) perumpamaan
(penghuni) surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di
dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya,
sungai-sungai dari air susu yang tiada berubah rasanya, sungai-sungai dari
khamar (arak) yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu
yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan
ampunan dari Tuhan mereka, sama dengan orang yang kekal dalam neraka dan diberi
minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya.”
3) Ada juga sebagian ulama’ yang
mengatakan bahwa mitslu adalah:
وَقَدْ
أ اسْتُعِيْرَ الْمِثْلُ لِلْحَالِ أَوْ الْصِّفَةِ أَوْ الْقِصَّةِ إِذَا كَانَ
لَهَا شَأْنٌ وَفِيْهَا غَرَابَةٌ
Yaitu keadaan, sifat atau cerita
yang asing dan aneh.
[3]Sedangkan pengertian amtsal secara
terminologi ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ulama’, yaitu:
1.
Pengertian mitslu menurut
ulama’ ahli ilmu adab adalah:
وَالْمِثْلُ
فِي الْأَدَبِ قَوْلٌ مُحْكِيٌّ سَائِرٌ يُقْصَدُ بِهِ تَشْبِيْهُ حَالِ الَّذِي
حُكِىَ فِيْهِ بِحَالِ الَّذِي قِيْلَ لِأَجْلِهِ.
Artinya: “Mitslu dalam ilmu adab
adalah ucapan yang disebutkan untuk menggambarkan ungkapan lain yang
dimaksudkan untuk menyamakan atau menyerupakan kea
Maksudnya adalah menyerupakan
perkara yang disebutkan dengan asal ceritanya.Maka amtsal menurut
definisi ini harus ada asal ceritanya. Contohnya pada ucapan orang arabرُبَّ رَمِيَّةٍ مِنْ غَيْرِ رَامٍ (banyak panahan dengan tanpa ada orang yang memanah). Maksudnya
adalah banyak musibah yang terjadi karena salah langkah.Kesamaannya adalah
terjadinya sesuatu dengan tanpa ada kesengajaan.
2.
Pengertian mitslu menurut
ulama’ ahli ilmu bayan adalah:
الْمَجَازُ
الْمُرَكَّبُ الَّذِي تَكُوْنُ عَلَاقَتُهُ الْمُشَابِهَةُ مَتَى فَشَا
إِسْتِعْمَالُهُ
Yaitu majas/kiasan yang majemuk yang
mana keterkaitan antara yang disamakan dengan asalnya adalah penyerupaan.Maka
bentuk amtsal menurut definisi ini adalah bentuk isti’aarah
tamtsiiliyyah, yakni kiasan yang menyerupakan. Seperti:
وَمَا
الْمَالُ وَالْأَهْلُوْنَ إِلِّا وَدَائِعُ ◊ وَلَا بُدَّ يَوْمًا أَنْ تُرَدَّ
الْوَدَائِعُ
Tiadalah harta dan keluarga
melainkan bagaikan titipan; pada suatu hari titipan itu pasti akan
dikembalikan.
Dalam syair di atas, tampak jelas
penyair menyerupakan harta dan keluarga dengan benda titipan yang dititipkan
oleh seseorang kepada kita, yang sama-sama bisa diambil sewaktu-waktu oleh
orang yang menitipkannya.
3.
Sebagian ulama’ ada juga yang
menyatakan pengertian mitslu adalah:
إِنَّهُ
إِبْرَازُ الْمَعْنَى فِي صُوْرَةٍ حِسِّيَةٍ تَكْسِبُهُ رَوْعَةً وَ جَمَالًا
Yaitu mengungkapkan suatu makna yang
abstrak dalam bentuk sesuatu yang konkret yang elok dan indah.Contohnya seperti
ungkapan الْعِلْمُ نُوْرٌ (ilmu itu seperti cahaya).Dalam hal ini adalah menyamakan ilmu
yang bersifat abstrak dengan cahaya yang konkret, yang bisa diindera oleh
penglihatan.Amtsal menurut definisi ini tidak disyaratkan adanya asal
cerita juga tidak harus adanya majaz murakkab.
Melihat dari pengertian-pengertian mitslu
di atas, maka amtsal al-Qur’an setidaknya berupa penyamaaan keadaan
suatu hal dengan keadaan hal yang lain. Penyerupaan tersebut baik dengan caraisti’arah
(menyamakan tanpa menggunakan adat tasybih), tasybih sharih (menyamakan
yang jelas dengan adanya adat tasybih), ayat-ayat yang menunjukkan makna
yang indah dan singkat, atau ayat-ayat yang digunakan untuk menyamakan dengan
hal lain. Karena itulah, kesimpulan akhir dalam mendefinisikan amtsal
al-Qur’an adalah:
إِبْرَازُ
الْمَعْنَى فِي صُوْرَةٍ رَائِعَةٍ مُوْجِزَةٍ لَهَا وَقَعُهَا فِي الْنَّفْسِ
سَوَاءٌ كَانَتْ تَشْبِيْهًا أَوْ قَوْلًا مُرْسَلًا
Yaitu menampakkan pengertian yang
abstrak dalam bentuk yang indah dan singkat yang mengena dalam jiwa baik dalam
bentuk tasybih maupun majaz mursal (ungkapan bebas).Definisi inilah yang relevan dengan
yang terdapat dalam al-Qur’an, karena mencakup semua macam amtsal al-Qur’an.
B.
Macam-macam
Amtsal Al-Qur’an
[4]Secara garis besar, amtsal
al-Qur’an terbagi menjadi dua.Pertama perumpamaan yang disebutkan secara
jelas dan tegas.Imam Jalaluddin as-Suyuthi dalam al-Itqaan menyebutnya sebagai matsal
zhahir musharrah bih.Sedangkan yang kedua disebutkan secara tersirat (matsal
kaamin).Namun apabila diamati secara seksama maka amtsal al-Qur’an bisa
dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1.
Al-amtsal
al-musharrahah, yaitu
perumpamaan yang jelas yang di dalamnya terdapat lafazh matsal atau
lafazh lain yang menunjukkan arti persamaan atau perumpamaan. Amtsal jenis
ini banyak terdapat dalam al-Qur’an. Seperti yang terdapat dalam surat
al-Baqarah ayat 261:
مَثَلُ
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ
أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ
يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Artinya: “Perumpamaan (nafkah
yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah
adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap
bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia
kehendaki.Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”[5]
Dalam ayat ini dijelaskan keuntungan
besar bagi orang-orang yang mau berinfak dengan menyamakannya terhadap orang
yang menanam 1 butir biji yang kelak menghasilkan 700 butir biji. Penyamaan
pahala orang yang infak dengan hasil tanaman pada ayat ini jelas menggunakan
lafazh matsal (مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ
أَمْوَالَهُمْ…). Dalam ayat
ini yang disamakan adalah keuntungan.
2.
Al-amtsal
al-kaaminah, yaitu
perumpamaan yang tidak jelas dengan tanpa menggunakan lafazh matsal atau
sejenisnya, akan tetapi artinya menunjukkan arti perumpamaan yang indah dan
singkat. Makna amtsal seperti ini akan mengena jika lafazh tersebut dinukilkan
kepada hal yang menyerupainya.
Jadi, sebenarnya dalam al-amtsal
al-kaaminah al-Qur’an itu sendiri tidak menjelaskan bentuk perumpamaan
terhadap suatu makna tertentu.Hanya saja maknanya menunjukkan pada makna suatu
perumpamaan.Tegasnya amtsal jenis ini merupakan perumpamaan maknawi yang
tersembunyi, bukan perumpamaan lafzhi yang jelas.
Salah satu contoh al-amtsal
al-kaaminah adalah sebagaimana ungkapan yang disebutkan orang Arab yang
berupa خَيْرُ الْأُمُوْرِ أَوْسَطُهَا (sebaik-baiknya perkara adalah
tengah-tengah). Ungkapan ini merupakan hasil perumpamaan dari beberapa ayat
al-Qur’an, di antaranya:
·
Surat al-Baqarah ayat 68:
…إِنَّهَا
بَقَرَةٌ لَا فَارِضٌ وَلَا بِكْرٌ عَوَانٌ بَيْنَ ذَلِكَ…الأية
Artinya: “…bahwa sapi betina itu
adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu…”
·
Surat al-Furqan ayat 67:
وَالَّذِينَ
إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ
قَوَامًا
Artinya: “Dan orang-orang yang
apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula)
kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.”
·
Surat al-Israa’ ayat 29:
وَلَا
تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ
فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا
Artinya: “Dan janganlah kamu
jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu
mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.”
·
Surat al-Israa’ ayat 110:
…وَلَا
تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا
Artinya: “…Katakanlah: “Dan
janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula
merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu.”
Begitu juga masih banyak ungkapan
orang-orang arab yang merupakan hasil perumpamaan al-Qur’an.
3.
[6]Al-amtsal al-mursalah, yaitu beberapa jumlah kalimat yang
bebas yang tidak jelas tanpa menggunakan lafazh tasybih. Al-amtsal
al-mursalah ini adalah beberapa ayat al-Qur’an yang berlaku sebagai
perumpamaan. Contohnya seperti dalam surat Yusuf ayat 51:
…قَالَتِ
امْرَأَةُ الْعَزِيزِ الْآنَ حَصْحَصَ الْحَقُّ…الأية
Artinya: “…Berkata isteri
Al-Aziz: “Sekarang jelaslah kebenaran itu…”
Begitu juga pada surat al-Baqarah
ayat 216:
…وَعَسَى
أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا
وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ…الأية
Artinya: “…Boleh jadi kamu
membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu
menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu…”
C. Sighat-sighat Amtsal Al-Quran
[7]Dari pemaparan tersebut, daptlah
diketahui bahwa sighat-sighat Amtsal-Alquran itu ada bentuknya, sebagai
berikut:
1. Sighat Tasybih yang
jelas (Tasybih Ash-Sharih), yaitu sighat atau bentuk perumpamaannya
jelas, didalamnya terungkap matsal (perumpamaan).
Seperti dalam ayat 24 surah Yunus:
“
Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang
kami turunkan dan langitdalam….”
Dalam ayat
tersebut jelas tampak adanya lafaldz al-matsal yang yang berarti
perumpamaan.
2. Sighat tasybih yang terselubung (Tasybih adh-dhimni), yaitu
sighat/bentuk perumpamaan yang terselebung/tersembunyi, didalam perumpamaan itu
tidak terdapat kata al-amtsal, tetapi perumpamaan itu diketahui dari
segi artinya.
[8]Seperti
dalam ayat 12 surah Al-Hujurat:
“Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), Karena
sebagian dari purba-sangka itu dosa.dan janganlah mencari-cari keburukan orang
dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang
suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya...
Dalam ayat
tersebut memang tidak terdapat kata-kata al-amtsal (perumpamaan), tetapi arti
itu jelas menerangkan tentang perumpamaan, yaitu mengumpamakan menggunjing
orang lainyang disamakan dengan makan daging bnagkai teman sendiri.
3. Shighat Majaz Mursal, yaitu sighat dengan bentuk perumpamaan yang
bebas, tidak terikat dengan asal ceritanya.
Seperti dalam
ayat 73 surah Al-Hajj:
“ Hai
manusia, Telah dibuat perumpamaan, Maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya
segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor
lalatpun, walaupun mereka bersatu menciptakannya.dan jika lalat itu merampas
sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu.
amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah.”
4. Sighat Majaz Murakkab, yaitu
sighat dengan bentuk perumpamaan ganda yang segi perumpamaanya diambil dari dua
hal yang berkaitan, dimana kaitanya adalah perserupaan yang telah biasa
digunakan dalam ucapan sehari-hari yang berasal dari isti’arah tamtsiliah.
Seperti melihat orang yang ragu-ragu akan pergi atau tidak, maka diucapkan: ما لي ارك تقدم رجلا وتؤخر اخريartinya: “Saya
lihat kamu itu maju mundur saja”. Didalam Al-Quran sighat ini dicontohkan
seperti dalam ayat 5 surah Al-Jum’uah:
“Perumpamaan
orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, Kemudian mereka tiada memikulnya
adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal.Amatlah buruknya
perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu.dan Allah tiada memberi
petunjuk kepada kaum yang zalim.”
Didalam ayat
ini, menggambarkan keledai yang tidak bisa memanfaatkan buku itu dengan baik,
padahal dia selalu membawanya.
D.
Faedah-faedah
Amtsal Al-Qur’an
[9]Apabila diamati berbagai macam dan
contoh amtsal dalam al-Qur’an, maka ditemukan bahwa pengungkapan amtsal
dalam al-Qur’an mempunyai banyak faedah. Di antara faedah-faedah tersebut
adalah:
1.
Menampilkan sesuatu yang abstrak
(yang hanya bisa digambarkan dalam pikiran) ke dalam bentuk sesuatu yang
konkret (material) yang dapat ditangkap indera agar akal dapat menerima pesan
yang disampaikan oleh perumpamaan itu. Karena makna yang abstrak bisa jadi
membuat hati masih ragu maka perlu adanya penggambaran dalam bentuk konkret
agar mudah dicerna. Contohnya pada surat al-Baqarah ayat 264:
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَى
كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ
وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لَا يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا…الأية
Artinya: “Hai orang-orang
beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang
menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di
atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia
bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka
usahakan…”
[10]Dalam ayat tersebut, hilangnya
pahala sedekah (abstrak) yang disebabkan riya’ (pamer) disamakan dengan
hilangnya debu di atas batu licin (konkret) yang disebabkan hujan.
2.
Menyingkap makna yang sebenarnya dan
menampilkan hal yang gaib dalam sesuatu yang tampak. Seperti dalam surat
al-Baqarah ayat 275:
الَّذِينَ
يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ
الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ…الأية
Artinya: “Orang-orang yang makan
(mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila…”
Ayat di atas adalah menceritakan
keadaan pemakan riba ketika bangkit dari kubur kelak pada hari kiamat.Keadaan
mereka pada saat itu yang masih gaib diserupakan dengan keadaan orang gila yang
kemasukan setan.
3.
Menghimpun arti-arti yang indah
dalam ungkapan yang singkat, sebagaimana yang terdapat dalam amtsal kaaminah
dan amtsal mursalah.
4.
Mendorong orang untuk beramal dan
menimbulkan minat dalam ibadah dengan melaksanakan hal-hal yang dijadikan
perumpamaan yang menarik dalam al-Qur’an. Seperti dalam surat al-Baqarah ayat
261:
مَثَلُ
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ
أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ
يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Artinya: “Perumpamaan (nafkah
yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah
adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap
bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia
kehendaki.Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
[11]Dengan adanya iming-iming lipat
gandanya pahala bagi orang menafkahkan hartanya di jalan Allah dengan
menyerupakannya kepada keuntungan besar yang diraih seseorang dalam menanam
biji-bijian maka manusia akan terdorong untuk beramal.
5.
Dapat menjauhkan seseorang dari
sesuatu yang tidak disenangi jiwa. Seperti dalam surat al-Hujurat ayat 12:
…وَلَا
يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ
مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ…الأية
Artinya: “…Dan janganlah
sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di
antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu
merasa jijik kepadanya….”
Manusia pasti akan merasa jijik dan
tidak suka memakan daging orang lain yang telah meninggal. Karena itulan Allah
SWT menyamakan perbuatan menggunjing orang lain dengan hal tersebut agar
manusia menjauhi perbuatan tercela itu.
6.
Untuk memuji sesuatu yang
dicontohkan, seperti pujian Allah kepada para sahabat Rasulullah dalam surat
al-Fath ayat 29:
…ذَلِكَ
مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ
شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ
لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ…الأية
Artinya: “…Demikianlah
sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu
seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman
itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman
itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati
orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mu’min)…”
Dalam ayat ini Allah para sahabat
Rasul.Pada permulaan Islam, kaum yang mau beriman hanyalah sedikit, tidak lebih
dari 10.Namun dalam waktu yang terbilang singkat, yaitu 23 tahun, para sahabat
jumlahnya menjadi sangat banyak dan mampu menaklukkan kaum musyrikin dalam
peristiwa fathu Makkah.
7.
Digunakan untuk mencela. Ini terjadi
apabila sesuatu yang menjadi perumpamaan adalah hal yang dianggap buruk oleh
manusia. Seperti dalam surat al-A’raf ayat 176:
وَلَوْ
شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ
هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ
تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا…الأية
Artinya: “Dan kalau Kami
menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu,
tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah,
maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya
dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah
perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami…”
Dalam mencela orang-orang yang
berilmu namun mereka tetap cenderung kepada dunia dan mengikuti hawa nafsunya,
Allah menyerupakan mereka dengan anjing yang selalu menjulurkan lidahnya.
8.
Pesan yang disampaikan melalui amtsal
lebih mengena di hati, lebih mantap dalam menyampaikan nasihat atau
larangan serta lebih kuat pengaruhnya. Dalam kaitan ini Allah berfirman dalam
surat az-Zumar ayat 27:
وَلَقَدْ
ضَرَبْنَا لِلنَّاسِ فِي هَذَا الْقُرْءَانِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ لَعَلَّهُمْ
يَتَذَكَّرُونَ
Artinya: “Sesungguhnya telah Kami
buatkan bagi manusia dalam Al Qur’an ini setiap macam perumpamaan supaya mereka
dapat pelajaran.”
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
uraian di atas tentang amtsal al-Qur’an, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.
Amtsal al-Qur’an adalah menampakkan pengertian yang
abstrak dalam bentuk yang indah dan singkat yang mengena dalam jiwa baik dalam
bentuk tasybih maupun majaz mursal (ungkapan bebas).
2.
Macam-macam amtsal al-Qur’an adalah
amtsal yang jelas dengan menggunakan lafazh mitslu atau
sesamanya, amtsal yang terselubung tanpa menggunakan lafazh mitslu dan
amtsal yang berupa ungkapan bebas tanpa ada adat tasybih.
3.
Faedah mempelajari amtsal
al-Qur’an yang terpenting adalah mendorong manusia untuk melakukan amal
ibadah dan mencegahnya melakukan hal-hal yang dibenci oleh agama serta
menggambarkan hal-hal abstrak dengan hal-hal yang nyata agar pemahamannya
semakin mantap dalam hati manusia..Tujuannya agar manusia mengambil pelajaran
dari al-Qur’an dengan mengambil hal-hal yang baik dan menjauhi hal-hal yang
buruk demi mendapatkan kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.
4.
Amtsal al-Qur’an lebih mampu dinalar karena hal-hal
yang masih abstrak diumpamakan dengan nyata dan indah sehingga lebih mengena di
hati.
DAFTAR PUSTAKA
Kuntowijoyo, Paradigma
Islam Interpretasi untuk Aksi., (Bandung: Mizan, 1991)
Manna
Al-Qathan, Mabahis fi Ulum AL-Qur`an, (Mansyurat: Al-Hasr AL-Hadits,
1973).
Muhamad
mahmudhijazi, Tasir al –wadhih, Dar Al-jil, Beirut, 1969.
Ar-Ragib
AL-Asfahani, Mu’jam Mufradat alfazh AL-Qur`an, (Beirut: Dar AL-Fikr,
t.t.)
Supiana dan
Karman, M. ULUMUL QUR’AN. (Pustaka Islamika, 2002)
Muhammad Bakar
Isma’il, Dirasat fi Ulum Al-Qur`an, (Kairo: Dar Al-manar, 1991)
Muhammad Rasyid
Ridha, Tafsir Al-Manar, jilid I (Beirut: Dar Al-Fikr, t.t.)
Djalal, Abdul. ULUMUL QURAN,
Dunia Ilmu, Cet-3.Maret 2008. Hal.312-314)
Muhammad bin
Alawi Al-Maliki AL-Husni, Mutiara Ilmu-Ilmu Al-Qur`an, terj. Rosihon
Anwar, (Bandung: Pustaka Setia, 1999)
Syaifuddi
Bukhori, Didin. ’’ Pedoman Memahami Kandungan Al-Quran”. (Granada Sarana
Pustaka, 2005)
[1]Kuntowijoyo, Paradigma
Islam Interpretasi untuk Aksi., (Bandung: Mizan, 1991)
[4]Ar-Ragib
AL-Asfahani, Mu’jam Mufradat alfazh AL-Qur`an, (Beirut: Dar AL-Fikr,
t.t.)
[5]Supiana dan
Karman, M. ULUMUL QUR’AN. (Pustaka Islamika, 2002)
[6]Opcit
[7]Muhammad Bakar Isma’il, Dirasat
fi Ulum Al-Qur`an, (Kairo: Dar Al-manar, 1991)
[8]opcit
[10]Muhammad bin
Alawi Al-Maliki AL-Husni, Mutiara Ilmu-Ilmu Al-Qur`an, terj. Rosihon
Anwar, (Bandung: Pustaka Setia, 1999)
[11]Syaifuddi Bukhori, Didin.
’’ Pedoman Memahami Kandungan Al-Quran”. (Granada Sarana Pustaka, 2005)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar