Sabtu, 13 Juni 2015

Makalah Fawatih Al-Suwar



                                                                      BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Studi atas Al-Quran telah banyak dilakukan oleh para ulama dan sarjana tempo dulu, termasuk para sahabat di zaman Rasulullah saw. Hal itu tidak lepas dari disiplin dan keahlian yang dimiliki oleh mereka masing-masing. Ada yang mencoba mengelaborasi dan melakukan eksplorasi lewat perspektif keimananm historis, bahasa dan sastra, pengkodifikasian, kemu’jizatanm penafsiran serta telaah kepada huruf-hurufnya.
Kondisi semacam itu bukan hanya merupakan artikulasi tanggung jawab seorang Muslim untuk memahami bahasa-bahasa agamanya. Tetapi sudah berkembang kepada nuansa lain yang menitikberatkan kepada studi yang bersifat ilmiah yang memberikan kontribusi dalam perkembangan pemikiran dalam dunia Islam. Kalangan sarjana Barat banyak yang melibatkan diri dalam pengkajian Al-Quran, dengan motivasi dan latar belakang kultural maupun intelektual yang berbeda-beda.
Al-Quran sebagai diketahui terdiri dari 114 surat, yang di awali dengan beberapa macam pembukaan (fawatih al-suwar) . di antara macam pembuka surat yang tetap aktual pembahasannya hingga sekarang ini huruf muqatha’ah. Menurut Watt, huruf-huruf yang terdiri dari huruf-huruf alphabet (hijaiyah) ini, selain mandiri juga mengadung banyak misterius, karena sampai saat ini belum ada pendapat yang dapat menjelaskan masalah itu secara memuaskan.
                                         
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1.      Apa itu Fawatih Al-suwar ?
2.      Apa-apa saja macam-macam Fawatih Al-suwar ?
3.      Bagaimana kedudukan pembuka surat Al-Qur’an ?
4.      Bagaimana pendapat para ulama tentang huruf hijaiyah pembuka surat ?
5.      Apa tujuan Fawatih Al-suwar ?
1.3 Tujuan Pembahasan
Agar pembaca dapat mengetahui maksud dari fawatih al-suwar dan pembagian-pembagiannya.
BAB II
PEMBAHASAN       
2.1  Pengertian Fawatih al-Suwar
Secara etimologis, fawatih al-suwar berarti pembukaan-pembukaan surat, karena posisinya di awal surat-surat dalam Al-Qur’an .  Seluruh surat Al-Qur’an dibuka dengan sepuluh macam pembukaan dan tidak satu surat pun  keluar dari sepuluh macam pembukaan itu.  Setiap macam pembukaan itu mengandung rahasia tersendiri, sehingga sangat penting untuk dikaji. Diantara pembukaan itu diawali oleh huruf-huruf yang terpisah (al-ahruf al-muqatha’ah). Orang sering mengidentikan fawatih al-suwar dengan huruf muqatha’ah, padahal sebenarnya keduanya berbeda. Bahkan huruf Muqatha’ah hanya merupakan bagian dari fawatih al-suwar. Di antara ulama yang mengidentikan keduanya adalah Manna’ Khalil Qaththan dalam kitabnya Mabahits fi’Ulum al-Qur’an.[1]
Pembahasan-pembahasan yang dilakukan oleh para ulama menunjukkan bahwa pembuka surat yang berbentuk huruflah yang sering menimbulkan kontroversi diantara mereka. Sehingga tak heran apabila huruf-huruf tersebut sering dikategorikan kedalam ayat-ayat mutasyabihat, yang tak seorangpun mengetahui artinya kecuali Allah SWT atau bahkan disebut sebagai salah satu bentuk rahasia Tuhan yang terdapat didalam Al-Qur’an.[2]
2.2  Macam-macam fawatih al-suwar           
Beberapa ulama telah melakukan penelitian tentang pembukaan surat Alquran, diantaranya sebagai yang dilakukan al-Qasthalani. Ia mengiventarisir Fawatih al-Suwar menjadi sepuluh macam. Sementara Ibn Abi al-Isba dalam kitabnya al-Khaqatir al-Sawanih fi Asrar Fawatih, hanya menyebutkan lima saja.
a. Pembukan dengan pujian kepada Allah (al-istiftah bi al-tsana).
Pujian kepada Allah ada dua macam, yaitu:
1) Menetapkan sifat-sifat terpuji kepada Allah (al-itsbat shifat al-madhiy) dengan menggunakan salah satu lafal berikut.
a) Memakai lafal hamdalah, yakni dibuka dengan (الحمد لله), yang terdapat dalam 5 surat.
b) Memakai lafal (تبارك), yang terdapat dalam 2 surat.
2) Mensucikan Allah dari sifat-sifat negatif (tanzih ‘an sifat naqshim) dengan menggunakan lafal tasbih, (يسبح\سبح\سبح\سبحن) sebagai yang terdapat dalam 7 surat.
Berdasarkan uraian di atas, ternyata masing-masing surat tersebut menetapkan sifat-sifat yang negatif. Surat-sufat yang diawali dengan pujian ini memiliki tasbih itu merupakan monopoli Allah. Dalam hal ini, tasbih dimulai dengan mashdar dan selanjutnya diikuti dengan fi’il. Ini semua dimaksudkan agar mencakup seluruh tasbih, sekaligus menunjukkan betapa ajaibnya Al-Quran itu.
3) Pembukaan dengan huruf-huruf yang terputus-putus (Istiftah bi al-huruf al-muqatha’ah).
Pembukan dengan huruf-huruf ini terdapat dalam 29 surat dengan memakai 14 huruf tanpa diulang, yakni (ا\ي\هـ\ن\م\ل\ك\ق\ع\ك\ص\س\ر\ح)[3]
Penggunan huruf-huruf tersebut dalam pembukaan surat-surat Alquran disusun dalam 14 rangkaian, yang terdiri dari kelompok berikut:
a) Kelompok sederhana, terdiri dari satu huruf, terdapat dalam 3 surat, yakni (ص) (QS. Shad); (ق) (QS. Qaf); dan (ن) (QS. Nun)
b) Kelompok yang terdiri dari dua huruf, tedapat dalam 3 surat, yakni (حم) (QS. Al-Mu’min; QS. Al-Sajdah; QS. Al-Zukhruf, QS. Al-Dukhan; QS. Al-Jatsiyah; dan QS.Al-Ahkaf; (طه) (QS. Thaha); (طس) (QS. Al-Naml); dan (يس) (QS. Yasin).
c) Kelompok yang terdiri dari tiga huruf, yakni (الم) QS. Al-Bqarah, QS. Ali Imran, QS. Al-Ankabut, QS. Al-Rum, QS. Luqman dan QS. Al-Sajdah); (الر) (QS. Yunus, QS. Hud, QS. Ibrahim, QS. Yusuf, dan QS. Al-Hijr, dan (طسم) (QS. Al-Qashash dan QS. Al-Syu’ara).
d) Kelompok yang terdiri dari empat huruf, yakni (الر) (QS. Al-Ra’ad) dan (المص) (QS. Al-A’raf). Kelompok yang terdiri dari lima huruf, yakni rangkaian ((كهيعص (QS. Maryam) dan (حم عسق) (QS. Al-Syuara).
                      
4) Pembukaan dengan panggilan (al-istiftah bi al-nida).
Nida ini ada tiga macam, yaitu nida’ untuk nabi, nida untuk kaum mukminin dan nida untuk umat manusia.
5)  Pembukaan dengan kalimat (jumlah) khabariah (al-istiftah bi al-jumal al-khabariayyah).
Jumlah khabariyyah di dalam pembukaan surat ada dua macam, yaitu:
a)      Jumlah ismiyyah
Jumlah ismiyyah yang menjadi pembuka surat terdapat 11 surat, yaitu: al-Taubah, al-Nur, Al-Zumar, Muhammad, Al-Fath, Al-Rahman, Al-Haqqah, Nuh, al-Qadr, al-Qari’ah, al-Kautsar.
b) Jumlah fi’liyah
Jumlah fi’liyah yang menjadi pembuka surat-surat Alquran terdapat dalam 12 surat, yaitu (a) (يسئلونك عن الانفال) /Mereka bertanya kepadamu tentang pendistribusian harta rampasan perang (QS. Al-Anfal); (b) (اتي امرالله فلا تستعجلوه) /Telah pasti datangnya ketetapan Allah itu, maka janganlah minta disegerakan (QS. Al-Nahl), (c). (اقترب للناس حسابهم) /Telah dekat datangnya saat itu (QS. Al-Qamar); (d) (قدافلحل المئمنون) /Sungguh beruntung orang-orang yang beriman (QS. Al-Mukminun; (e) (اقتربت الساعة) /telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalam mereka (QS. Al-Anbiya); (f) (قدسمع الله قول التي تجادلك) /Seseorang telah meminta kedatangan azab yang akan menimpanya (QS. Al-Ma’arij); (g) (لاقسم بيوم القيامة) /Aku bersumpah dengan hari kiamat (QS. Al-Qiyamah); (h) (لااقسم بهذا البلاد) /Aku bersumpah dengan kota ini, Makkah (QS. Balad); (i) (عبس وتولي) /Dia (Muhammad) bermuka Masam dan berpaling (QS. ‘Abasa) (j) (لم يكن الذين كفروا من اهل الكتاب) /Dia Orang-orang kafir, yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan agamanya (QS. Al-Bayyinah); (k) (الهاكمتكاثر) /Bermegah-megahan telah melalaikan kamu (QS. Al-Takatsur).
Adapun hikmah dan rahasia adanya pembukaan surat-surat dengan nida’ yaitu untuk memberi perhatian dan peringatan, baik bagi Nabi, umatnya, maupun untuk menjadi pedoman kehidupan ini.
6) Pembukaan dengan sumpa (al-istiftah bi al-qasam).
Sumpah yang digunakan dalam pembukaan surat Al-quran ada tiga macam dan terdapat dalam 15 surat.
a) Sumpah dengan benda-benda angkasa, misalnya (والصفات) (Demi rombongan yang bersaf-saf) dalam QS. Al-Shaffat; (والنجم) (Demi bintang) dalam surat al-Najm; (زالمرسلات) (Demi malaikat-malaikat yang mencabut nyawa) dalam QS. Al-Nai’at; (والسماء ذات البروج) (Demi lagit yang memiliki gugusan bintang) dalam QS. Al-Buruj; (والسماء و الطارق) (Demi langit dan yang datang pada malam harinya) dalam QS al-Thariq; (والفجروليال عشر) (Demi fajar dan malam yang sepuluh) dalam QS. Al-Fajr; dan (والشمس والضحها) (Demi matahari dan cahanyanya di waktu duha) dalam QS. Al-Syams.
b) Sumpah dengan benda-benda bawah, misalnya (والذاريات ذروا) (Demi angin yang menerbangkan debu dengan sekuat-keuatnya) dalam QS. Al-Dzariyyat; (والطور) (Demi bukit Thur) dalam QS. Al-Thur; (والتين) (Demi buah Tin) dalam QS. Al-Thin; (والعاديت) (Demi kuda perang yang berlari kencang) dalam QS. Al-‘Adiyat.
c) Sumpah dengan waktu, misalnya (واليل) (Demi malam) dalam QS. Al-Layl; (والضحي) (Demi waktu duha) dalam QS. Al-Dhuha; (والعصر) (Demi waktu) dalam QS. Al-Ashr.
Hikmah dari fawatih al suwar dengan sumpah ini, pertama, agar manusia meneladani sikap bertanggung jawab; berbicara harus benar dan jujur dan berani berbicara untuk menegakkan keadilan; kedua, agar dalam bersumpah manusia harus senantiasa memakai nama-nama Allah bukan selain-Nya; ketiga, digunakannya beberapa benda sebagai sumpah Allah dimaksudkan agar benda-benda itu diperhatikan manusia dalam rangka mendekatkan diri keapda Allah, karena pada dasarnya, benda-benda itu ciptaan Allah.
7) Pembukaan dengan syarat (al-istiftah bi al-syarth).
Syarat yang digunakan dalam pembukaan surat Al-Quran ada dua macam dan digunakan dalam 7 surat, yakni: (1) (اذالشمس كورت) / Apabila matahari digulung dalam QS. Al-Takwir; (2) (اذالشماء انفطرت) /Apabila langit terbelah, dalam QS. Al-Infithar; (3) (اذالشماء انشقت) /Apabila langit terbelah, dalam QS. Al-Insyiqaq, (4) (اذا واقعت الواقعة) /Apabila terjadi hari kiamat , dalam QS. Al-Waqi’ah; (5) (اذاجاءك المنافقون) /Apabila orang-orang munafik datang kepedamu, dalam QS. Al-Munafiqun; (6) (اذا زلزلت الارض زلزالها) /Apabila bumi dogoncangkan dengan goncangan yang dahsyat, dalam QS. Al-Zaljalah; (7) (اذاجاءنصرالله والفتح) /Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dalam QS. Al-Nashr.
8) Pembukaan dengan kata kerja perintah (al-istiftah bi al-amr)
a) Dengan (اقرأ) bacalah, yang hanya terdapat dalam QS. Al-Alaq
b) Dengan (قل) katakanlah, yang terdapat dalam QS al-Jin, QS. Al-Kafirun, QS. Al-Falaq dan QS. Al-Nas.
9) Pembukaan dengan pertanyaan (al-istiftah bi al-istifham)
Bentuk pertanyaan ini ada dua macam yaitu:
a) Pertanyaan, positif yang pertanyaan dengan menggunakan kalimat positif. Pertanyaan ini digunakan dalam 4 pendahuluan surat Alquran, yaitu: (هل اتي علي الانسان حين من الدهر) Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa dalam QS. Al-Dahr, (عم يتساءلون . عن البإالعجيم) Tentang apakah mereka saling bertanya tentang berita yang besar, dalam QS al-Naba, (هل اتاك حديث الغاشية) Sudah datangkah kepadamu berita tentang hari pembalasan? Dalam QS. Al-Ghasyiyah, (ارايت الذي يكذب بالدين) Tahukah kamu orang-orang yang mendustakan agama? Dalam QS. Al-Ma’un.
b) Pertanyaan negatif, yaitu pertanyaan dengan menggunakan kalimat; negatif, yang hanya terdapat dalam dua surat, yakni (الم نشرح لك صدرك) Bukankah kami telah melapangkan dadamu untukmu, dalam QS. Al-Insyirah dan (الم تركيف فعل ربك بأصحب الفيل) Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah dalam QS. Al-Fil.
10) Pembukaan dengan doa (al-istiftah bi al-du’a)
Pembukan dengan doa ini terdapat dalam tiga surat. Yaitu: (ويل للمطففين) Kecelakaan besar bagi orang-orang yang curang, dalam QS. Al-Muthaffifin, (ويل لكل همزةلمزة) Kecelakaan bagi setiap pengumpat lagi pencela dalam QS. Al-Humazah, (تبتيدا ابي لهب وتب) Binasalah tangan Abu Lahab dan sungguh dia akan binasa dalam QS. Al-lahab.
11) Pembukaan dengan alasan (al-istiftah bi al-ta’lil)
Pembukan dengan alasan ini hanya terdapat dalam QS. Al-Quraisy (لإيلف قريش) Karena kebiasaan orang-orang Quraisy
2.3 Kedudukan Pembuka Surat Al-Quran
Menurut As-Suyuti, pembukaan-pembukaan surat (awail Al-suwar) atau huruf-huruf potongan (Al-huruf Al-Muqatta’ah) ini termasuk ayat-ayat mutasyabihat. Sebagai ayat-ayat mutasyabihat, para ulama berbeda pendapat lagi dalam memahami dan menafsirkannya. Dalam hal ini pendapat para ulama pada pokoknya terbagi dua.
 Pertama,  ulama yang memahaminya sebagai rahasia yang hanya diketahui oleh Allah. As-Suyuti memandang pendapat ini sebagai pendapat yang mukhtar (terpilih). Ibnu Al-Munzir meriwayatkan bahwa ketika Al-Syabi ditanya tentang pembukaan-pembukaan surat ini berkata;
ان لكل كتاب صفوة وصفوة هذا الكتاب حرزف التهجي
Artinya:
Sesungguhnya bagi setiap kitab ada sari patinya, dan sari pati Kitab (Al-Quran) ini adalah huruf-huruf ejaannya”.
Abu Bakar juga diriwayatkan pernah berkata:
في كل كتاب سر وسره في القران اوائل السور
Artinya:
Pada setiap kitab ada rahasia, dan rahasianya dalam Al-Quran adalah permulaan-permulaan suratnya”.
Kedua, pendapat yang memandang huruf-huruf di awal surat-surat ini sebagai huruf-huruf yang mengandung pengertian yang dapat dipahami oleh manusia. Karena itu penganut pendapat ini memberikan pengertian dan penafsiran kepada huruf-huruf tersebut.
Dengan keterangan di atas, jelas bahwa pembukaan-pembukaan surat ada 29 macam yang terdiri dari tiga belas bentuk. Huruf yang paliang banyak terdapat dalam pembukaan-pembukaan ini adalah huruf Alif (ا) dan lam (ل), kemudian Mim (م), dan seterusnya secara berurutan huruf Ha (ح), Ra (ر), Sin (س) Ta (ط), Sad (ص), Ha (ه), dan Ya’ (ي), ‘Ain (ع) dan Qaf (ق), dan akhirnya Kaf (ك), dan Nun (ن).
Seluruh huruf yang terdapat dalam pembukaan-pembukaan surat ini dengan tanpa berulang berjumlah 14 huruf atau separuh dari jumlah keseluruhan huruf ejaan. Karena itu, para mufassir berkata bahwa pembukaan-pembukaan ini disebutkan untuk menunjukkan kepada bangsa Arab akan kelemahan mereka. Meskipun Al-Quran tersusun dari huruf-huruf ejaan yang mereka kenal, sebagiannya datang dalam AlQuran dalam bentuk satu huruf saja dan lainnya dalam bentuk yang tersusun dari beberapa huruf, namun mereka tidak mampu membuat kitab yang dapat menandinginya. Pendapat ini telah dijelaskan secara panjang lebar oleh Al-Zamakhsari (wafat 538 H) dan Al-Baidhawi (wafat 728 H). pendapat ini dikuatkan oleh Ibn Taimiyah (wafat 728 H) dan muridnya, Al-Mizzi (wafat 742 H). Mereka menguraikan tantangan Al-Quran di turunkan dalam bahasa Mereka sendiri. Akan tetapi, mereka tidak mampu membuat kitab yang menyerupainya. Hal ini menunjukkan kelemahan mereka di hadapan Al-Quran dan membuat mereka tertarik untuk mempelajarinya.
Berikut ini dikemukakan beberapa riwayat dan pendala ulama:
  1. Dari Ibn Abbas tentang firman Allah: (الم), berkata Ibn Abbas:Aku Allah lebih mengetahui”, tentang (المص) berkata Ibn Abbas:” Aku Allah akan memperinci”, dan tentang (الر) berkata Ibn Abbas: “Aku Allah melihat”. (Dikeluarkan oleh Ibn Abi Hatim dari jalan Abu Al-Duha).
  2. “Dari Ibn Abbas, berkata ia: “alif lam ra, ha’mim, dan nun adalah huruf-huruf al-Rahman yang dipisahkan (dikeluarkan oleh Ibn Abi Hatim dari jalan Ikrimah)”.
  3. “Dari Ibn Abbas tentang Kaf, Ha’, Ya’ Ain, Sad, berkata ia: “Kaf dari Karim (pemurah). Ha dari Hadin (pemberi petunjuk), Ya, dari Hakim (bijaksana), ‘Ain dari ‘Alim (Maha Mengetahui), dan Sad dari Sadiq (yang benar). (Dikeluarkan oleh Al-Hakim dan lainnya dari jalan Sa’id Ibn Jubair)
  4. “Dari Salim Abd Ibn Abdillah berkata ia: (حم، الم) dan (ن) dan seumpamanya adalah nama Allah yang dipotong-potong”, (Dikeluarkan oleh Ibn Abi Hatim).
  5. Dari Al-Saddiy, ia berkata: “Pembukaan-pembukaan surat adalah nama dari nama-nama Tuhan Jalla Jalaluh yang dipisah-pisah dalam Al-Quran”. (Dikeluarkan oleh Ibn Abi Hatim).
  6. “Dari Ibn Abbas, berkata ia: (ص، طسم، الم) dan yang seumpamanya adalah sumpah yang Allah bersumpah dengannya, dan merupakan nama-nama Allah juga”.
(Dikeluarkan oleh Ibn Jarir dan lainya dari jalan Ali Ibn Abi Talhah).
Ada pendapat mengatakan bahwa huruf-huruf itu adalah nama-nama bagi Al-Quran, seperti Al-Furqan dan Al-Zikir. Pendapat lain mengatakan bahwa huruf-huruf tersebut adalah pembuka bagi surat-surat Al-Quran sebagaimana hanya qasidah sering diawali dengan kata (بل) dan (لا).
Dikatakan juga huruf-huruf ini merupakan peringatan-peringatan (tanbihat) sebagaimana halnya dalam panggilan (nida). Akan tetapi, di sini tidak digunakan kata-kata yang biasa digunakan dalam bahasa Arab, seperti (ألا) dan (أما) karena kata-kata ini termasuk lafal yang sudah biasa dipakai dalam percakapan. Sedangkan al-Quran adalah kalam yang tidak sama dengan kalam yang biasa sehingga digunakan alif (ا).
Sebagai peringatan (tanbih) lebih terkesan kepada pendengar. Yang belum pernah digunakan sama sekali sehingga lebih terkesan kepada pendengar.
Dalam hubungan ini sebagian ulam memandangnya peringatan (tanbih) kepada rasul agar dalam waktu-waktu kesibukannya dengan urusan manusia berpaling kepada Jibril untuk mendengarkan ayat-ayat yang akan disampaikan kepadanya. Sebagian yang lain memandangnya sebagai peringatan (tanbih) kepada orang-orang Arab agar mereka tertarik mendengarkannya dan hati mereka menjadi lunak kepadanya. Tampaknya, pandangan yang pertama kurang tepat karena Rasul sebagai utusan Allah dan yang terus-menerus merindukan wahyu tidak perlu diberi peringatan. Sedangkan pandangan yang kedua adalah lebih kuat karena orang-orang Arab yang selalu bertingkah, keras hati dan enggan mendengarkan ketenaran perlu diberi peringatan (tanbih) agar perhatian mereka tertuju kepada ayat-ayat yang disampaikan.
Di katakana juga bahwa Thaha (طه) dan Yasin (يس) berarti hai laki-laki atau hai Muhammad atau hai manusia. Pendapat lain memandang kedua Thaha (طه) dan Yasin (يس) sebagai nama bagi Nabi Saw.[4]
2.4 Pendapat Para Ulama Tentang Huruf Hijaiyah Pembuka Surat
Para ulama yang membicarakan masalah ini ada yang berani menafsirkannya, di mana huruf-huruf itu merupaka rahasia yang hanya Allah sendiri yang mengetahui-Nya.
1.      Az-Zamarksyari berkata dalam tafsirnya “Al-Qasysyaf” huruf-huruf ini ada beberapa pendapat yaitu:
    1. Merupakan nama surat
    2. Sumpah Allah
    3. Supaya menarik perhatian orang yang mendengarkannya.
  1. As-Sayuti menukilkan pendapat Ibnu Abbas tentang huruf tersebut dikatakan pendapat hanyalah dugaan belaka. Kemudian As-Suyuti menerangkan bahwa hal itu merupakan rahasia yang hanya Allah sendiri yang mengetahuinya.
  1. al-Quwaibi mengatakan bahwasanya kalimat itu merupakan tanbih bagi Nabi, mungkin pada suatu saat Nabi dalam keadaan sibuk, maka Allah menyuruh Jibril untuk memberikan perhatian terhadap apa yang disampaikan kepadanya.
  2. As-Sayid Rasyid Ridha tidak membenarkan Al-Quwaibi di atas, karena Nabi senantiasa dalam keadaan sadar dan senantiasa menanti kedatangan wahyu.
Rasyid Ridha berpendapat sesuai dengan Ar-Razi, bahwa tanbih ini sebenarnya dihadapkan kepada orang-orang Musyrik Mekkah dan Ahli Kitab Madinah. Karena orang-orang kafir apabila Nabi membacakan Al-Quran mereka satu sama lain menganjurkan untuk tidak mendengarkannya.


Disebut dalam surat Fusilat ayat 26:
Artinya:
Dan orang-orang yang kafir berkata: "Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al Quran Ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan mereka". (QS. Fusyilat: 26)
  1. Ulama salaf berpendapat bahwa “Fawatih Suwar” telah disusun semenjak zaman azali sedemikian rupa supaya melengkapi segala yang melemahkan manusia dari mendatangkannya seperti Al-Quran.
Oleh karena i'tiqad bahwa huruf-huruf ini telah sedemikian dari azalinya, maka banyaklah orang yang tidak berani mentafsirkannya dan tidak berani mengeluarkan pendapat yang tegas terhadap huruf-huruf itu. Huruf-huruf itu dipandang masuk golongan mutasyabihat yang hanya Allah sendiri yang mengetahui tafsirnya.
Huruf-huruf itu, sebagai yang pernah ditegaskan oleh Asy-Syabi, ialah rahasia dari pada Al-Quran ini.
Ali bin Abi Thalib pernah berkata:
Sesungguhnya bagi tiap-tiap Kitab ada saripatinya. Saripati Al-Quran ini ialah, huruf-huruf Hijaiyah”.
Abu baker As-Shiddieqi pernah berkata:
Di tiap-tiap kitab ada rahasianya. Rahasianya dalam Al-Quran ialah permulaan-permulaan surat”.
Dalam hal ini Prof. Hasbi As-Shiddieqi menegaskan bahwa dibolehkannya mentakwilkan huruf-huruf tersebut asal tidak menyalahi penetapan Al-Quran dan As-Sunnah. Dalam pada itu yang lebih baik kita serahkan saja kepada Allah.[5]
2.5 Tujuan Fawatih al-Suwar
Menurut Ibnu Abi al-Asba seperti dikutip Ahmad bin Mustafa, bahwa pembuka-pembuka surat itu untuk menyempurnakan dan memperindah bentuk-bentuk penyampaian, dangan sarana pujian atau melalui huruf-huruf. Selain itu ia dipandang merangkum segala materi yang akan disampaikan lewat kata-kata awal. Dalam hal ini surat Al-fatihah dapat digunakan sebagai ilustrasi dari suatu pembuka yang merangkum keseluruhan pesan ayat dan surat yang terdapat dalam Al-Qur’an.
Lebih khusus tentang fawatih al-suwar berupa huruf muqatha’ah, menurut al-Hubbi, merupakan peringatan Nabi SAW. Dikatakan bahwa Allah mengetahui bagian-bagian waktu Nabi sebagai seorang manusia kadang sibuk. As-Syafi’i berpendapat bahwa huruf awal surat merupakan rahasia Al-Qur’an.
Imam Fakhrurazi seperti dikutip oleh Aisyah Abdurrahman bin As-Syati lebih memperhatikan kepada hikmah pembukaan surat yang diikuti al-kitab, al-Tanzil atau Al-Qur’an.Ia menyatakan : “hikmah dari itu semua, bahwa al-Qur’an yang agung itu diturunkan secara berat (tsaqil) dan setiap surat yang diawalnya menerangkan tentang Al-Qur’an. Tsaqilnya Al-Qur’an bukanlah bukanlah ditunjukkan dan dikhususkan oleh pembukaan surat melalui huruf-huruf itu, karena ada pula ayat-ayat yang berbicara tentang Al-Qur’an pada ayat-ayat awalnya, tidak dibuka oleh huruf-huruf itu, seperti surat Al-kahfi, Al-furqan, al-Qalam dan al-Zumar.[6]
Tidak disangsikan bahwa semua interpretasi yang ada tentang hal diatas mempertegas sensitivitas ulama kuno bahwa “ambiguitas” makna huruf-huruf tersebut membentuk salah satu karakteristik teks. Fenomena ini merupakan fenomena ambiguitas semantic yang dapat dijelaskan dan diungkap oleh bagian lain teks. Dengan demikian, fenomena tersebut merupakan fenomena ambiguitas yang memunculkan perbedaan teks secara internal. Perbedaan ini sebenarnya salah satu mekanisme teks, melalui mekanisme ini teks dapat mewujudkan keistimewaannya dan berarti dapat mewujudkan kemampuannya untuk berinteraksi dengan kebudayaan dalam ruang dan waktu.[7]






BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan                                                        
Dari segi bahasa, fawatihus suwar berarti pembukaan-pembukaan surat, karena posisinya yang mengawali perjalanan teks-teks pada suatu surat. Apabila dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah, huruf cenderung ‘menyendiri’ dan tidak bergabung membentuk suatu kalimat secara kebahasaan. Dari segi pembacaannya pun, tidaklah berbeda dari lafazh yang diucapkan pada huruf hijaiyah.
Ibnu Abi Al Asba’ menulis sebuah kitab yang secara mendalam membahas tentang bab ini, yaitu kitab Al-Khaqathir Al-Sawanih fi Asrar Al-Fawatih. Ia mencoba menggambarkan tentang beberapa kategori dari pembukaan-pembukaan surat yang ada di dalam Al-Quran. Pembagian karakter pembukaannya adalah sebagai berikut. Pertama, pujian terhadap Allah swt yang dinisbahkan kepada sifat-sifat kesempurnaan Tuhan. Kedua, yang menggunakan huruf-huruf hijaiyah; terdapat pada 29 surat. ketiga, dengan mempergunakan kata seru (ahrufun nida), terdapat dalam sepuluh surat. lima seruan ditujukan kepada Rasul secara khusus. Dan lima yang lain ditujukan kepada umat. Keempat, kalimat berita (jumlah khabariyah); terdapat dalam 23 surat. kelima, dalam bentuk sumpah (Al-Aqsam); terdapat dalam 15 surat
3.2 Saran                                  
Dari tugas makalah tersebut, banyak hal yang dapat kita pelajari. Seperti halnya yang sudah kami harapkan dan sampaikan pada kata pengantar tugas makalah ini, yaitu semoga dengan terselesaikannya makalah ini dapat menambah wawasan kita dan pemahaman kita mengenai fawatih al-suwar dan demikian makalah yang dapat kami buat. Apabila ada kata-kata yang kurang berkenan di hati atau belum sesuai dengan apa yang Anda harapkan, kami mohon maaf. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun kami agar dalam tugas-tugas selanjutnya, kami dapat menyelesaikannya dengan lebih baik lagi.
                                                                                                              



DAFTAR PUSTAKA
Jamarudin, Ade dkk. 2011. Epistimologi Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Bandung : Hakim Publishing
Al-Hasni, Mahmud bin Alawi al-Maliki. 1998.  Mutiara Ilmu-ilmu Al-Quran. Bandung: Pustaka Setia.
Chirzin, Muhammad. 1998.  Al-Quran dan Ulumul Qur’an. Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa.
Rofi’i, Ahmad & Ahmad Syadali. 1997. Ulumul Quran I. Bandung: Pustaka Setia.
Supiana, & M. Karman.2002. Ulum Quran. Bandung: Pustaka Islamika.




 1supiana, Op. cit, hlm. 171-172
[2] Chirzin, Op. cit, hlm. 62-63
[3] Supiana, Op. cit, hlm. 172-173
[4] Drs. H. Ahmad Rofi’i. H. Ahmad Syadali, M.A. Ulumul Quran I, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), 186-189.

[5] Drs. Mahmud bin Alawi al-Maliki al-Hasni, Mutiara Ilmu-ilmu Al-Quran, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), h. 299.
[6] Chirzin, hlm. 63-66
[7] Abu Zaid, hlm. 241

Tidak ada komentar:

Posting Komentar