Sabtu, 13 Juni 2015

Makalah Hadis Shahih



BAB I
PENDAHULUAN

A.    PENDAHULUAN
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa Hadis nabi dilihat dari aspek periwayatanya terdiri dari Hadis mutawaatir dan ahad.Untuk Hadis mutawatir telah disepakati para Ulama’ tidak dipermasalahkan lagi, sementara Hadis ahad masih dipermasalahkan keberadaanya.Maksudnya, sebagaimana telah dijelaskan Syuhudi Ismail, apabila melalui penelitian suatu Hadis diketahui bersetatus mutawatir maka tealah berakhir penelitian terhadap Hadis yang bersangkutan.Sebaliknya apabila melalui penelitian suatu Hadis diketahui berstatus tidak mutawatir maka kegiatan penelitian Hadis masih harus dialanjutkan.
Berardasarjkan penelitian para ulama’ diketahui bahwa ternyata tingkatan kualitas Hadis, dalam hal ini Hadis ahad, ternyata tidak sama. Oleh karena itu para Ulama’ merasa perlu menciptakan beberapa istilah sebagai standar untuk maengukur kualitas Hadis.Istilah-istilah tersebut adalah shahih, hasan dan dhaif.Kualitas Hadis tertinggi adalah shahih, kemudian hasan dan yang terakhir adalah dhaif.Dengan adanya kategori ini kita memilih-milih mana yang harus diterima dan mana yang harus ditolak.  

B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan penjelasan diatas, maka muncul rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Pengertian Hadis Shahih.
2.      Kriteria Hadis Shahih.
3.      Macam-Macam Hadis Shahih.
4.      kehujjahan Hadis Shahih.




BAB II
PEMBAHASAN

1.      Definisi Hadits Shahih
kata Shahih ((الصحيخ dalam bahasa diartikan orang sehat antonim dari kata as-saqim ( (السقيم=  orang yang sakit jadi yang dimaksud hadits shahih adalah hadits yang sehat dan benar tidak terdapat penyakit dan cacat.
هو ما اتصل سنده بنكل العدل الضابط ضبطا كاملا عن مثله وخلا ممن الشذوذ و العلة
hadis yang muttasil (bersambung) sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil dan dhobith(kuat daya ingatan) sempurna dari sesamanya, selamat dari kejanggalan (syadz), dan cacat (‘ilat).
Imam Al-Suyuti mendifinisikan hadis shahih dengan “hadis yang bersambung sanadnya, dfiriwayatkan oleh perowi yang adil dan dhobit, tidak syadz dan tidak ber’ilat”.
Defisi hadis shahih secara konkrit baru muncul setelah Imam Syafi’i memberikan penjelasan tentang riwayat yang dapat dijadikan hujah, yaitu:
pertama, apabila diriwayatkan oleh para perowi yang dapat dipercaya pengamalan agamanya, dikenal sebagai orang yang jujur mermahami hadis yang diriwayatkan dengan baik, mengetahui perubahan arti hadis bila terjadi perubahan lafadnya; mampu meriwayatkan hadis secara lafad, terpelihara hafalannya bila meriwayatkan hadis secara lafad, bunyi hadis yang Dia riwayatkan sama dengan hadis yang diriwayatkan orang lain dan terlepas dari tadlis (penyembuyian cacat),
kedua, rangkaian riwayatnya bersambung sampai kepada Nabi SAW. atau dapat juga tidak sampai kepada Nabi.


Imam Bukhori dan Imam Muslim membuat kriteria hadis shahih sebagai berikut:
1)      Rangkaian perawi dalam sanad itu harus bersambung mulai dari perowi pertama sampai perowi terakhir.
2)      Para perowinya harus terdiri dari orang-orang yang dikenal siqat, dalam arti adil dan dhobith,
3)      Hadisnya terhindar dari ‘ilat (cacat) dan syadz (janggal), dan
4)      Para perowi yang terdekat dalam sanad harus sejaman.

2.      Kriteria Hadis Shahih
Berdasarkan definisi hadis shahih diatas, dapat dipahami bahwa kriteria/syarat-syarat hadis shahih dapat dirumuskan sebagai berikut:
a.       Sanadnya Bersambung
Maksudnya adalah tiap-tiap perowi dari perowi lainnya benar-benar mengambil secara langsung dari orang yang ditanyanya, dari sejak awal hingga akhir sanadnya.
Untuk mengetahui dan bersambungnya dan tidaknya suatu sanad, biasanya ulama’ hadis menempuh tata kerja sebagai berikut;
  1. Mencatat semua periwayat yang diteliti,
  2. Mempelajari hidup masing-masing periwayat,
  3. Meneliti kata-kata yang berhubungan antara para periwayat dengan periwayat yang     terdekat dalam sanad, yakni apakah kata-kata yang terpakai berupa haddasani, haddasani, akhbarana, akhbarani, ‘an,anna, atau kasta-kata lainnya.
b.      Perawinya Bersifat Adil
Maksudnya adalah tiap-tiap perowi itu seorang Muslim, bersetatus Mukallaf  (baligh), bukan fasiq dan tidak pula jelek prilakunya.
Dalam menilai keadilan seorang periwayat cukup dilakuakan dengan salah satu teknik berikut:
  1. keterangan seseorang atau beberapa ulama ahli ta’dil bahwa seorang itu bersifat adil,  sebagaimana yang disebutkan dalam kitab-kitab jarh wa at-ta’dil.
  2. ketenaran seseorang bahwa ia bersifast adil, sdeperti imam empat Hanafi,Maliki, Asy-Syafi’i, dan Hambali.
khusus mengenai perawi hadis pada tingkat sahabat, jumhur ulama sepakat bahwa seluruh sahabat adalah adil. Pandangan berbeda datang dari golongan muktazilah yang menilai bahwa sahabat yang terlibat dalam pembunuhan ‘Ali dianggap fasiq, dan periwayatannya pun ditolak.
c.       Perowinya Bersifat Dhobith
Maksudnya masing-masing perowinya sempurna daya ingatannya, baik berupa kuat ingatan dalam dada maupun dalam kitab (tulisan).
Dhobith dalam dada ialah terpelihara periwayatan dalam ingatan, sejak ia maneriama hadis sampai meriwayatkannya kepada orang lain, sedang, dhobith dalam kitab ialah terpeliharanya kebenaran suatu periwayatan melalui tulisan.
Adapun sifat-sifat kedhobitan perowi, nmenurut para ulama, dapat diketahui melalui:
  1. kesaksian para ulama
  2. berdasarkan kesesuaian riwayatannya dengan riwayat dari orang lain yang telah dikenal kedhobithannya.
d.      Tidak Syadz
Maksudnya ialah hadis itu benar-benar tidak syadz, dalam arti bertentangan atau menyalesihi orang yang terpercaya dan lainnya.
Menurut al-Syafi’i, suatu hadis tidak dinyastakan sebagai mengandung syudzudz, bila hadis itu hanya diriwayatkan oleh seorang periwayat yang tsiqah, sedang periwayat yang tsiqah lainnya tidak meriwayatkan hadis itu.Artinya, suatu hadis dinyatakan syudzudz, bila hadisd yang diriwayatkan oleh seorang periwayat yang tsiqah tersebut bertentengan dengan hadis yang dirirwayatkan oleh banyak periwayat yang juga bersifat tsiqah.

e.       Tidak Ber’ilat
Maksudnya ialah hadis itu tidak ada cacatnya, dalam arti adanya sebab yang menutup tersembunyi yang dapat menciderai pada ke-shahih-an hadis, sementara dhahirnya selamat dari cacat.
‘Illat hadis dapat terjadi pada sanad mapun pada matan atau pada keduanya secara bersama-sama.Namun demikian, ‘illat yang paling banyak terjadi adalah pada sanad, seperti menyebutkan muttasil terhadap hadis yang munqati’ atau mursal.
3.      Macam-Macam Hadis Shahih
Hadis shahih dibagi menjadi dua macam, yaitui :
a.       Hadis shahih lidzatihi
yaitu Hadis yang mengandung sifat-sifat hadis maqbul yang tertinggi, yaitu syarat-syarat yang lima sebagaimana tersebut diatas
contohnya.
المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده والمهجر من هجر ما نهى الله عنه (متفق عليه)

Hadis ini diriwayatkan oleh imam bukhori


b.      Hadis lighairihi
suatu Hadis yang tidak memenuhi secara sempurna syarat-ayarat tertinggi dari sebuah Hadis maqbul.
Hal itu bisa terjadi karena ada beberapa hal, misalnya saja perawinya sudah diketahui adil tetapi dari sisi ke-dhabitan nya aia dinilai kurang. Hadis ini menjadi shahih karena ada Hadis lain yang sama atau sepadan (redaksinya) diriwayatkan melalui jalur lain yang setingkat atau malah lebih shahih.
Hadis dibawah ini merupakan contoh dari hadis hasan lidzatih yang naik derajatnya menjadi Hadis shahih lighairihi :

لَوْلاَ اَنْ اَشُقَّ عَلَى اُمَّتِى اَوْ عَلَى النَّاسِ لأَمَرْتَهُمْ باِ السِّوَاكِ مَعَ كُلِّ صَلاَةٍ (رواه البخارى)

Artinya :“andaikan tidak memberatkan pada umatku, niscaya akan kuperintahkan bersiwak pada setiap kali melaksanakn sholat” (HR. Bukhori)

4.      Kehujahan Hadis Shahih
Hadis yang telah memenuhi persyaratan hadis shahih wajib diamalkan sebagai hujah atau dalil syara’ sesuai ijma’ para uluma hadis dan sebagian ulama ushul dan fikih.Kesepakatan ini terjadi dalam soal-soal yang berkaitan dengan penetapan halal atau haramnya sesuatu, tidak dalam hal-hal yang berhubungan dengan aqidah.Sebagian besar ulama menetapkan dengan dalil-dalil qat’i, yaitu al-Quran dan hadis mutawatir.oleh karena itu, hadis ahad tidak dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan aqidah.




BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
·         Hadis shahih menurut bahasa yaitu lawan kata “saqim” (sakit). Sedangkan pengertian hadis shahih menurut istilah adalah hadisb yang sanadnya bersambung (sampai kepada nabi muhammad), diriwayatkan oleh (periwayat) yang adil dan dhabit sampai akhir sanad (didalam hadis itu) tidak terdapat kejanggalan (syadz) dan cacat (‘illat).
·         Syarat-syarat hadis shahih yaitu :
a)      Sanadnya bersambung (ittishal al-sanad)
b)       Rawi-rawinya adil
c)      Rawi-rawinya sempurna kedhabitannya
d)      Tidak syadz
e)      Tidak ber’illat
·         Macam-macam hadis shahih yaitu :
a.       Hadis shahih li dzatihi
Yaitu hadis-hadis yang mengandung sifat-sifat hadis maqbun yang tinggi, yaitu syarat-syarat yang lima sebagaimana disebutkan diatas.
b.      Hadis shahih li ghairihi
Yait hadis yang tidak memenuhi secara sempurna syarat-syarat tertinggi dari sifat sebuah hadis maqbul.





DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M, Pergeseran Pemikiran Hadis, Paramadina, Jakarta, 2000
Al-maliki, Muhammad Alawi, Ilmu Ushul Hadis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006
Suparta, Munzeir, Ilmu Hadis, PT Raja Grafindo, Jakarta, 2002
Suryadilaga, M.al-Fatih, dkk, Ulumul Hadis, Teras, Yogyakarta, 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar