BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa Hadis nabi dilihat dari
aspek periwayatanya terdiri dari Hadis mutawaatir dan ahad.Untuk Hadis
mutawatir telah disepakati para Ulama’ tidak dipermasalahkan lagi, sementara
Hadis ahad masih dipermasalahkan keberadaanya.Maksudnya, sebagaimana telah
dijelaskan Syuhudi Ismail, apabila melalui penelitian suatu Hadis diketahui
bersetatus mutawatir maka tealah berakhir penelitian terhadap Hadis yang
bersangkutan.Sebaliknya apabila melalui penelitian suatu Hadis diketahui
berstatus tidak mutawatir maka kegiatan penelitian Hadis masih harus
dialanjutkan.
Berardasarjkan penelitian para ulama’ diketahui bahwa
ternyata tingkatan kualitas Hadis, dalam hal ini Hadis ahad, ternyata tidak
sama. Oleh karena itu para Ulama’ merasa perlu menciptakan beberapa istilah
sebagai standar untuk maengukur kualitas Hadis.Istilah-istilah tersebut adalah
shahih, hasan dan dhaif.Kualitas Hadis tertinggi adalah shahih, kemudian hasan
dan yang terakhir adalah dhaif.Dengan adanya kategori ini kita memilih-milih
mana yang
harus diterima dan mana
yang harus ditolak.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan penjelasan diatas, maka muncul rumusan masalah
sebagai berikut :
1.
Pengertian
Hadis Shahih.
2.
Kriteria
Hadis Shahih.
3.
Macam-Macam
Hadis Shahih.
4.
kehujjahan
Hadis Shahih.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
1.
Definisi
Hadits Shahih
kata Shahih ((الصحيخ dalam bahasa diartikan orang sehat
antonim dari kata as-saqim ( (السقيم= orang yang sakit jadi yang
dimaksud hadits shahih adalah hadits yang sehat dan benar tidak terdapat
penyakit dan cacat.
هو
ما اتصل سنده بنكل العدل الضابط ضبطا كاملا عن مثله وخلا ممن الشذوذ و العلة
hadis yang muttasil (bersambung) sanadnya, diriwayatkan oleh
orang adil dan dhobith(kuat daya ingatan) sempurna dari sesamanya, selamat dari
kejanggalan (syadz), dan cacat (‘ilat).
Imam Al-Suyuti mendifinisikan hadis shahih dengan “hadis
yang bersambung sanadnya, dfiriwayatkan oleh perowi yang adil dan dhobit, tidak
syadz dan tidak ber’ilat”.
Defisi
hadis shahih secara konkrit baru muncul setelah Imam Syafi’i memberikan
penjelasan tentang riwayat yang dapat dijadikan hujah, yaitu:
pertama, apabila diriwayatkan oleh para
perowi yang dapat dipercaya pengamalan agamanya, dikenal sebagai orang yang
jujur mermahami hadis yang diriwayatkan dengan baik, mengetahui perubahan arti
hadis bila terjadi perubahan lafadnya; mampu meriwayatkan hadis secara lafad,
terpelihara hafalannya bila meriwayatkan hadis secara lafad, bunyi hadis yang
Dia riwayatkan sama dengan hadis yang diriwayatkan orang lain dan terlepas dari
tadlis (penyembuyian cacat),
kedua, rangkaian riwayatnya bersambung
sampai kepada Nabi SAW. atau dapat juga tidak sampai kepada Nabi.
Imam
Bukhori dan Imam Muslim membuat kriteria hadis shahih sebagai berikut:
1)
Rangkaian
perawi dalam sanad itu harus bersambung mulai dari perowi pertama sampai perowi
terakhir.
2)
Para
perowinya harus terdiri dari orang-orang yang dikenal siqat, dalam arti
adil dan dhobith,
3)
Hadisnya
terhindar dari ‘ilat (cacat) dan syadz (janggal), dan
4)
Para
perowi yang terdekat dalam sanad harus sejaman.
2.
Kriteria
Hadis Shahih
Berdasarkan definisi hadis shahih diatas, dapat dipahami
bahwa kriteria/syarat-syarat hadis shahih dapat dirumuskan sebagai berikut:
a.
Sanadnya
Bersambung
Maksudnya adalah tiap-tiap perowi dari perowi lainnya
benar-benar mengambil secara langsung dari orang yang ditanyanya, dari sejak
awal hingga akhir sanadnya.
Untuk
mengetahui dan bersambungnya dan tidaknya suatu sanad, biasanya ulama’ hadis
menempuh tata kerja sebagai berikut;
- Mencatat semua periwayat yang diteliti,
- Mempelajari hidup masing-masing periwayat,
- Meneliti kata-kata yang berhubungan antara para periwayat dengan periwayat yang terdekat dalam sanad, yakni apakah kata-kata yang terpakai berupa haddasani, haddasani, akhbarana, akhbarani, ‘an,anna, atau kasta-kata lainnya.
b.
Perawinya
Bersifat Adil
Maksudnya adalah tiap-tiap perowi itu seorang Muslim,
bersetatus Mukallaf (baligh), bukan fasiq dan tidak pula jelek
prilakunya.
Dalam
menilai keadilan seorang periwayat cukup dilakuakan dengan salah satu teknik
berikut:
- keterangan seseorang atau beberapa ulama ahli ta’dil bahwa seorang itu bersifat adil, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab-kitab jarh wa at-ta’dil.
- ketenaran seseorang bahwa ia bersifast adil, sdeperti imam empat Hanafi,Maliki, Asy-Syafi’i, dan Hambali.
khusus mengenai perawi hadis pada tingkat sahabat, jumhur
ulama sepakat bahwa seluruh sahabat adalah adil. Pandangan berbeda datang dari
golongan muktazilah yang menilai bahwa sahabat yang terlibat dalam pembunuhan
‘Ali dianggap fasiq, dan periwayatannya pun ditolak.
c.
Perowinya
Bersifat Dhobith
Maksudnya masing-masing perowinya sempurna daya ingatannya,
baik berupa kuat ingatan dalam dada maupun dalam kitab (tulisan).
Dhobith
dalam dada ialah terpelihara periwayatan dalam ingatan, sejak ia maneriama
hadis sampai meriwayatkannya kepada orang lain, sedang, dhobith dalam
kitab ialah terpeliharanya kebenaran suatu periwayatan melalui tulisan.
Adapun
sifat-sifat kedhobitan perowi, nmenurut para ulama, dapat diketahui melalui:
- kesaksian para ulama
- berdasarkan kesesuaian riwayatannya dengan riwayat dari orang lain yang telah dikenal kedhobithannya.
d.
Tidak
Syadz
Maksudnya ialah hadis itu benar-benar tidak syadz,
dalam arti bertentangan atau menyalesihi orang yang terpercaya dan lainnya.
Menurut al-Syafi’i, suatu hadis tidak dinyastakan sebagai
mengandung syudzudz, bila hadis itu hanya diriwayatkan oleh seorang
periwayat yang tsiqah, sedang periwayat yang tsiqah lainnya tidak
meriwayatkan hadis itu.Artinya, suatu hadis dinyatakan syudzudz, bila
hadisd yang diriwayatkan oleh seorang periwayat yang tsiqah tersebut
bertentengan dengan hadis yang dirirwayatkan oleh banyak periwayat yang juga
bersifat tsiqah.
e.
Tidak
Ber’ilat
Maksudnya
ialah hadis itu tidak ada cacatnya, dalam arti adanya sebab yang menutup
tersembunyi yang dapat menciderai pada ke-shahih-an hadis, sementara
dhahirnya selamat dari cacat.
‘Illat
hadis dapat terjadi pada sanad mapun pada matan atau pada keduanya secara
bersama-sama.Namun demikian, ‘illat yang paling banyak terjadi adalah
pada sanad, seperti menyebutkan muttasil terhadap hadis yang munqati’
atau mursal.
3.
Macam-Macam
Hadis Shahih
Hadis shahih dibagi menjadi dua macam, yaitui :
a.
Hadis
shahih lidzatihi
yaitu
Hadis yang mengandung sifat-sifat hadis maqbul yang tertinggi, yaitu
syarat-syarat yang lima sebagaimana tersebut diatas
contohnya.
المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده
والمهجر من هجر ما نهى الله عنه (متفق عليه)
Hadis ini diriwayatkan oleh imam bukhori
b.
Hadis
lighairihi
suatu Hadis yang tidak memenuhi secara sempurna
syarat-ayarat tertinggi dari sebuah Hadis maqbul.
Hal
itu bisa terjadi karena ada beberapa hal, misalnya saja perawinya sudah
diketahui adil tetapi dari sisi ke-dhabitan nya aia dinilai kurang. Hadis ini menjadi shahih karena
ada Hadis lain yang sama atau sepadan (redaksinya) diriwayatkan melalui jalur
lain yang setingkat atau malah lebih shahih.
Hadis
dibawah ini merupakan contoh dari hadis hasan lidzatih yang naik derajatnya
menjadi Hadis shahih lighairihi :
لَوْلاَ اَنْ اَشُقَّ عَلَى اُمَّتِى
اَوْ عَلَى النَّاسِ لأَمَرْتَهُمْ باِ السِّوَاكِ مَعَ كُلِّ صَلاَةٍ (رواه
البخارى)
Artinya :“andaikan tidak
memberatkan pada umatku, niscaya akan kuperintahkan bersiwak pada setiap kali
melaksanakn sholat” (HR. Bukhori)
4.
Kehujahan Hadis Shahih
Hadis yang
telah memenuhi persyaratan hadis shahih wajib diamalkan sebagai hujah atau
dalil syara’ sesuai ijma’ para uluma hadis dan sebagian ulama
ushul dan fikih.Kesepakatan ini terjadi dalam soal-soal yang berkaitan dengan
penetapan halal atau haramnya sesuatu, tidak dalam hal-hal yang berhubungan
dengan aqidah.Sebagian besar ulama menetapkan dengan dalil-dalil qat’i,
yaitu al-Quran dan hadis mutawatir.oleh karena itu, hadis ahad tidak dapat
dijadikan hujjah untuk menetapkan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan
aqidah.
A.
KESIMPULAN
·
Hadis
shahih menurut bahasa yaitu lawan kata “saqim” (sakit). Sedangkan pengertian
hadis shahih menurut istilah adalah hadisb yang sanadnya bersambung (sampai
kepada nabi muhammad), diriwayatkan oleh (periwayat) yang adil dan dhabit
sampai akhir sanad (didalam hadis itu) tidak terdapat kejanggalan (syadz) dan
cacat (‘illat).
·
Syarat-syarat
hadis shahih yaitu :
a) Sanadnya bersambung (ittishal
al-sanad)
b) Rawi-rawinya adil
c) Rawi-rawinya sempurna kedhabitannya
d) Tidak syadz
e) Tidak ber’illat
·
Macam-macam
hadis shahih yaitu :
a. Hadis shahih li dzatihi
Yaitu hadis-hadis yang mengandung sifat-sifat hadis maqbun
yang tinggi, yaitu syarat-syarat yang lima sebagaimana disebutkan diatas.
b. Hadis shahih li ghairihi
Yait hadis yang tidak memenuhi secara sempurna syarat-syarat
tertinggi dari sifat sebuah hadis maqbul.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman,
M, Pergeseran Pemikiran Hadis, Paramadina, Jakarta, 2000
Al-maliki,
Muhammad Alawi, Ilmu Ushul Hadis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006
Suparta,
Munzeir, Ilmu Hadis, PT Raja Grafindo, Jakarta, 2002
Suryadilaga,
M.al-Fatih, dkk, Ulumul Hadis, Teras, Yogyakarta, 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar