Teknik Penyembelihan Ternak Potong
I.
PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan
peradaban manusia, terjadi ikatan pengertian dan penghargaan terhadap hewan
yang telah berkorban untuk kepentingan manusia (Sofyadi,
2003: 45). Manusia merasa bahwa proses penyembelihan tidak layak
dilakukan dengan cara yang kejam. Dewasa ini kegiatan penyembelihan hewan di
Rumah Potong Hewan (RPH) selalu dimulai dengan doa dan di ucapkan syukur atas
rahmat yang telah diberikan Tuhan. Hewan dipotong dengan metode tertentu sehingga
hewan mati secepat mungkin dengan rasa sakit yang sesedikit mungkin atau dibuat
tidak sadar terlebih dahulu dengan suatu pukulan mekanik, tembakan pistol
elektrik, kimia, atau lain yang cepat dan efektif sebelum hewan diikat,
digantung, dan dipotong.
Undang –undang yang berlaku
kebanyakan dari Negara Eropa lainnya menyatakan bahwa penyembelihan hewan di
RPH kecuali yang dipotong oleh orang Yahudi dan Islam harus didahului dengan
pemingsanan (Lawrie, 1966: 2). Di Spanyol, sebagian Italia, dan banyak Negara
di Amerika Selatan penyembelihan ternak dilakukan dengan menikam leher memakai
pisau pendek bermata dua yang dikenal dengan nama Puntilla, sehingga masuk ke
ruang atlanto –occipitalis dan merusak medulla oblongata. Pelaksanaan
penyembelihan ternak di India dilaksanakan tanpa pemingsanan terlebih dahulu.
Sehubung dengan hal itu, makalah ini
ingin mengangkat Bagaimana Teknik Penyembelihan Ternak Potong? Untuk menjawab
permasalahan tersebut, makalah ini akan menitik beratkan pada persoalan pokok:
Pertama, Bagai,ama cara
mengidentifikasi ternak siap potong. Kedua, Bagaimana perlakuan pada ternak
sebelum dipotong dan ketiga, Bagaimana cara pemotongan ternak. Makalah ini
dilakukan bertujuan untuk;
Pertama, Sebagai salah satu syarat
tugas akhir Bahasa Indonesia di Fakultas Peternakan. Kedua, Mengidentifikasi
dan menyingkirkan pemotongan ternak –ternak yang terserang penyakit terutama
penyakit yang dapat menulari manusia yang mengkonsumsinya, dan ketiga,
Mengidentifikasikan dan memisahkan pemotongan ternak yang dicurigai terserang
penyakit dengan syarat dagingnya baru bisa dijual bila telah dilakukan
pemeriksaan dan ternak –ternak tersebut harus dipotong terpisah dengan ternak
–ternak lain yang nyata.
Dalam makalah ini
menggunakan teori Ensminger, M.E (1987 :17). Pemotongan
ternak tidak seluruhnya dapat dilakukan pencatatan, artinya tidak semua ternak
dilakukan pemotongan di Rumah Potong Hewan (RPH) atau di tempat pemotongan
hewan resmi. Beberapa komuditas ternak dilakukan pemotongan di luar tempat
pemotongan resmi, sehingga datanya tidak dapat dilakukan pencatatan, yang
diperkirakan jumlah dan tingkat pemotongan di setiap daerah.
Metode dan teknik yang paling umum
dipakai adalah cara halal atau secara Islam. Leher dipotong dengan cepat.
Metode Sikh atau Jatka juga digunakan, yaitu ternak potong kepalanya dengan
satu kalisabetan pedang. Dalam masyarakat Yahudi, peraturan tentang
penyembelihan hewan untuk keperluan orang Yahudi, peraturan tentang
penyembelihan hewan untuk keperluan orang Yahudi sudah ada sejak 500. Peraturan
tersebut menyatakan hewan tidak boleh terluka sebelum dipotong. Pukulan pada
kepala dilarang keras, karena terjadinya luka pada selaput otak merupakan salah
satu dari delapan kerusakan yang menyebabkan daging menjadi terepha atau tidak
layak untuk dimakan. Oleh karena itu sampai saat ini penyembelihan masih banyak
dilaksanakan tanpa didahului dengan pemingsanan.
Namun, perkembangan teknologi
memberikan solusi dengan pemingsanan secara elektris yang tidak menyebabkan
kelukaan. Metode ini telah dilakukan di banyak negara Eropa, dan sementara di
beberapa negara masalah ini baru dipertimbangkan oleh komunitas Yahudi.
(Setyawan Budiharta; 2009:7)
II.
PEMBAHASAN
A. IDENTIFIKASI TERNAK
SIAP POTONG
Penentuan harga pada saat jual beli
ternak siap potong, umumnya didasarkan pada taksiran pada saat ternak masih
hidup, meskipun di beberapa tempat terutama ternak besar, penentuan harga
ditentukan oleh berat karkas yang dihasilkan oleh ternak yang bersangkutan.
Bila harga ternak hidup ditentukan berdasarkan penaksiran, maka pembeli harus
sudah bisa memperkirakan berapa banyak karkas yang akan didapat, berapa nilai
dari hasil ikutan seperti kulit, jeroan dan sisa karkas lainnya.(Arganosa:
1975, 7).
Penampilan ternak saat hidup mencerminkan
produksi dan kualitas karkasnya. Ketepatan penaksir dalam menaksir nilai ternak
tergantung pada pengetahuan penaksir dan kemampuan menterjemahkan keadaan dari
ternak itu. Keadaan ternak yang perlu mendapat perhatian pada saat menaksir
pro-duktivitas ternak adalah :
1) Umur dan
berat.
2)
Pengaruh kelamin.
3)
Perdagingan.
4)
Derajat kegemukan.
5)
Persentase karkas.
1.
Umur dan Berat
Umumnya daging yang berasal dari
sapi tua akan lebih liat dibandingkan dengan daging yang berasal dari sapi
muda. Hasil penelitianpun menunjukkan bahwa umur potong sapi berkorelasi
positif dengan keempukan daging yang dihasilkannya, artinya makin tua ternak
sudah dapat dipastikan dagingnya akan lebih liat. Daging yang berasal dari sapi
tua baunya lebih menyengat dibandingkan dengan daging yang berasal dari sapi
muda. Namun pada kenyataannya, kuat lemahnya bau daging pada sapi tidak
dipermasalahkan konsumen, lain halnya dengan daging domba dan daging kambing,
karena ke dua ternak kecil ini bau dagingnya sangat unik dan lebih kuat
dibandingkan dengan sapi (Paeco Agung: 1989, 2). Oleh karena itu konsumen
daging domba atau kambing lebih menyukai daging yang berasal dari ternak muda.
Ternak sapi tua yang gemuk akan
menghasilkan daging yang berlemak oleh karena itu rasanya akan lebih gurih dan
banyak disukai konsumen. Selain itu daging yang berlemak kandungan airnya lebih
sedikit sehingga pada saat dimasak penyusutannya tidak terlalu besar
.
2.
Pengaruh Kelamin
Sapi dara siap potong umumnya lebih
murah dibandingkan dengan sapi jantan kebiri, hal ini disebabkan karena
persentase karkas sapi dara akan lebih rendah dibandingkan dengan sapi jantan
kebiri. Selain itu pada umur yang sama dengan kondisi pemeliharaan yang sama,
sapi dara akan sedikit lebih gemuk dibandingkan dengan jantan sehingga akan
lebih banyak lemak yang dibuang untuk menghasilkan daging tanpa lemak.
Harga sapi jantan muda setiap kilogram hidup umumnya
akan lebih murah dibandingkan dengan sapi jantan kebiri, hal ini disebabkkan
kualitas daging dari sapi jantan lebih rendah dibandingkan dengan daging dari
sapi jantan kebiri pada umur yang sama. Namun produksi dagingnya akan lebih
tinggi baik dibandingkan dengan produksi sapi jantan kebiri atau sapi dara.
3.
Perdagingan
Tujuan akhir produksi ternak daging
adalah menghasilkan karkas yang pro-porsi dan kualitas dagingnya prima, yaitu
yang kandungan lemaknya disela –sela urat daging termasuk "moderat",
namun demikian tidak dapat dihindari adanya lemak yang berlebih diantara otot
–otot, dan keadaan seperti ini tidak disukai oleh konsumen. Pada karkas ada 3
komponen utama, yaitu : daging, lemak dan tulang.
Bila pada suatu karkas kandungan dagingnya tinggi maka
kandungan tulang dan atau kandungan lemaknya akan lebih rendah. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara kandungan daging dengan
tulang, namun hubungannya tidak begitu kuat. Artinya bila proporsi daging
tinggi maka proporsi tulangnya akan lebih tinggi dan proporsi lemaknya akan
relatif lebih kecil. (Setyawan Budiharta: 2009,19)
4.
Derajat Kegemukan (Finish)
Selama penggemukan dengan pemberian
pakan yang baik, lemak akan dibentuk berturut-turut diluar bundel otot yaitu
dibawah kulit dibagian luar karkas (lemak subkutan), dalam rongga perut,
sekitar bundel-bundel otot dan juga pada serat –serat otot. Sebagian besar
lemak berada diluar bundel otot dan lemak ini akan dilepaskan pada saat
prosessing. Lemak yang terbentuk diantara serat otot disebut
"marbling" atau kepualaman dan lemak ini akan sangat berpengaruh
terhadap kelezatan daging, kegurihan, bau rasa, penampilan dan keempukan.
Kegurihan mungkin merupakan faktor yang sangat penting yang disumbangkan oleh
adanya "marbling", selain itu penampilan daging jadi lebih menarik.
(Lawrie: 1966, 25)
5.
Persentase Karkas
Persentase karkas tidak banyak berpengaruh
terhadap kualitas karkas namun penting pada penampilan ternak sebelum dipotong.
Pembeli ternak akan memperkirakan nilai karkas dari penampilan ternak sewaktu
ternak tersebut masih hidup. Bila pembeli menaksir persentase karkas terlalu
tinggi misalnya 1% saja, maka pada ternak yang beratnya 500 kg, pembeli
tersebut akan kehilangan 5 kg daging.
B. PERLAKUAN PADA
TERNAK SEBELUM DIPOTONG
1. Syarat Ternak yang akan dipotong dan Kebersihan
Tempat Penampungan di RPH.
Syarat ternak yang akan dipotong
(Arganosa, 1975:32) adalah kondisi ternak harus dalam keadaan sehat dan segar,
untuk itu setelah ternak tiba dirumah potong perlu diistirahatkan terlebih
dahulu sampai kondisi ternak kembali segar. Untuk hewan betina besar bertanduk,
boleh dipotong dengan syarat :
a) Tidak
dipotong untuk diperjual belikan.
b)
Betina tersebut mendapat kecelakaan.
c)
Betina itu terkena penyakit yang
bisa menimbulkan kematian. (misalnya penyakit kembung perut).
d)
Betina tersebut dapat membahayakan
manusia.
e) Menurut
peraturan yang dibuat harus disembelih (umumnya dalam rangka memberantas
penyakit).
Bila ternak telah melakukan
perjalanan yang panjang dan ternak terlihat lelah, segera setelah
diturunkan dari truk atau alat angkut lainnya, ternak –ternak ini digiring
ketempat yang sudah tersedia air untuk minum dan dilakukan penyemprotan dengan
air dingin, hal ini bukan saja agar ternak menjadi bersih namun juga akan dapat
mengurangi stress serta menekan adanya bilur-bilur darah pada bagian dibawah
kulit (sub-cutan). Lama waktu istirahat dianjurkan selama 2 hari, meskipun
kadang-kadang istirahat selama 2 hari ini belum mencukupi. Pada saat istirahat
semua ternak harus diberi makan dan minum yang baik dan cukup meskipun beberapa
ternak mungkin tidak mau makan.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah
keadaan dari tempat penampungan ternak di Rumah Potong, yang kadang-kadang
merupakan sumber kontaminasi bakteri pathogen (penyebab penyakit). Karena ada
kemungkinan ternak yang pernah datang berasal dari suatu daerah, sedang ada
dalam keadaan infeksi subklinis dan hal ini akan sangat berpengaruh terhadap
kualitas daging.
Lantai tempat penampungan ternak
harus dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dibersihkan, karena jika diantara
ternak yang sehat terdapat ternak yang menderita penyakit Salmonelosis, maka
besar kemungkinan akan terjadi penularan yang cepat yang dapat menimbulkan
resiko dimana dalam Rumah Potong Hewan itu timbul pencemaran.
Kandang untuk peristirahatan ternak
harus cukup luasnya serta menyenangkan bagi ternaknya dan lebih baik lagi bila
kandang disekat –sekat menjadi unit-unit yang lebih kecil, guna mencegah
gerombolan yang terlalu banyak (Setyawan Budiharta: 2009,19). Jalan menuju
ruang penyembelihan harus mudah dan apabila ternak yang akan dipotong itu
adalah ternak besar yang dipelihara di padang penggembalaan maka pada sisi
lorong harus dipagari dengan menggunakan tiang-tiang yang kuat. Pada saat
ternak beristirahat pemeriksaan ante-mortem (sebelum ternak disembelih) sudah
mulai dijalankan. Pemeriksaan ante-mortem ini sangat penting dilakukan karena
merupakan salah satu proses pencegahan penyakit terhadap konsumen.
Dalam hal ini "pemeriksa"
harus memiliki pengetahuan mengenai kesehatan masyarakat dan juga cukup
berpengalaman dalam menangani ternak –ternak yang akan dipotong. Hal lain yang juga penting yaitu perlakuan terhadap ternak itu sendiri. Perlakuan
yang kasar pada ternak sebelum dipotong akan menyebabkan memar pada daging
sehingga akan menurunkan kualitas dari pada karkas. Oleh karena itu untuk
mengurangi penurunan kualitas karkas, stres lingkungan harus dihindari dan
ternak harus diperlakukan dengan baik. Pada umumnya petugas Rumah Potong yang
sepanjang dan setiap waktu kerjanya berhubungan dengan ternak cenderung kasar
dalam memperlakukan ternak yang akan dipotong.
2. Cara menditeksi ternak yang tidak sehat
Ternak yang sedang demam dapat
diketahui pada saat ternak sedang beristirahat (Lawrie, 1966:1). Ternak
tersebut akan terlihat lemah dan tidak bergairah dan kadang-kadang terlihat
telinganya terkulai. Ternak babi yang terkena demam akan memisahkan diri dari
kelompoknya dan rebahan di teempat yang basah meskipun udara lingkungan sedang
dingin.
a)
Ternak domba yang terkena penyakit
"myasis" akan sering mengibasngibaskan ekornya atau
menggisir dan juga bulu pada daerah pantat terdapat kotoran dan basah.
b)
Penyakit "Pneumonia" dan
"Heat-Stroke" akan mudah diditeksi pada saat ternak beristirahat.
Ternak yang terkena penyakit ini akan terlihat kembang kempis kesakitan dan
pernafasan cepat.
c)
Penyakit "Peritonitis"
yang akut juga akan bisa dilihat pada ternak bila sedang istirahat. Hal ini
banyak terjadi pada babi. Babi yang terserang penyakit ini memperlihatkan perut
yang sedikit gembung dan terlihat lemah dan loyo.
d)
Penyakit "Enteritis" juga
bisa dilihat pada saat ternak istirahat. Ternak akan terlihat bungkuk karena
pada abdomennya ada luka dan akan mencret bila buang kotoran.
Memperhatikan ternak yang akan
dipotong sangat penting dilakukan, karena bila ada tingkah laku yang tidak
normal perlu dicurigai bahwa ternak tersebut ada kelainan. Disamping
diperhatikan pada saat istirahat ternak pun harus diperhatikan pada saat
berjalan. Usahakan ternak berjalan perlahan dan dilihat apa ada kelainan atau
tidak.
Pengawasan
sebaiknya dilakukan pada :
a)
Sisi sebelah kiri.
b)
Sisi sebelah
kanan.
c)
Bagian depan
dan kepala.
d) Bagian belakang (kaki dan anus).
Bila ada sedikit saja yang mencurigakan maka harus
dilakukan pemeriksaan yang lebih intensif. Untuk melihat kelainan –kelainan ini
membutuhkan pengalaman yang cukup.
3. Penimbangan pada Ternak
Pada saat ternak akan dipotong,
sebelum memasuki rumah potong, bila ada fasilitas penimbangan ternak, maka
sebaiknya ternak ditimbang terlebih dahulu. Maksudnya untuk mengetahui berapa
berat potong dari ternak tersebut dan berapa kira –kira karkas yang akan dihasilkan.
Rumah potong di Indonesia, umumnya tidak memiliki timbangan untuk ternak hidup,
baik untuk ternak kecil maupun untuk ternak besar. Untuk ternak kecil kapasitas
100-150 kg sudah memadai, namun untuk ternak besar sebaiknya yang berka-pasitas
750 kg. (Arganosa, 1975:12)
Menimbang ternak kecil tidak terlalu
sulit karena tenaganya masih bias diatasi oleh manusia. Pada ternak domba dan
kambing cukup dengan menyatukan keempat kakinya dan diikat kemudian digantung
pada kait timbangan gantung. Pada sapi karena tenaganya jauh lebih kuat, maka
sebaiknya timbangannya dibuat seperti kerangkeng dengan lebar dan panjang lebih
besar sedikit dari badan sapi. Pada saat ditimbang pintu kerangkeng sebaiknya
tertutup karena dikhawatirkan sapi jadi lebih galak akibat suasana yang berbeda
dari biasanya.
C. CARA PEMOTONGAN TERNAK
Pada proses
pemotongan ternak di Indonesia harus benar-benar memperhatikan hukum-hukum
agama Islam, karena ada kewajiban menjaga ketentraman batin masyarakat. Pada
pelaksanaannya ada beberapa cara yang digunakan di Indonesia, yaitu :
1. Tanpa
"Pemingsanan"
Cara ini banyak dilakukan di Rumah
–rumah Potong Tradisional. Penyembelihan dengan cara ini ternak direbahkan
secara paksa dengan menggunakkan tali temali yang diikatkan pada kaki –kaki
ternak yang dihubungkan dengan ring –ring besi yang tertanam pada lantai Rumah
Potong, dengan menarik tali –tali ini ternak akan rebah. Pada penyembelihan
dengan sistem ini diperlukan waktu kurang lebih 3 menit untuk mengikat dan
merobohkan ternak. Pada saat ternak roboh akan menimbulkan rasa sakit karena
ternak masih dalam keadaan sadar.
2. Dengan Pemingsanan
Di Rumah Potong Hewan yang besar dan
modern, sebelum ternak dipotong terlebih dahulu dilakukan
"pemingsanan", maksudnya agar ternak tidak menderita dan aman bagi
yang memotong.
3. Proses Pemingsanan
Ada beberapa cara pemingsanan, yaitu :
a)
Pemingsanan dengan cara memukulkan
palu yang terbuat dari kayu keras pada bagian atas dahi, sehingga ternak jatuh
dan tidak sadar.
b)
Pemingsanan dilakukan dengan
menggunakan "senapan" yang mempunyai "pen". Pen ini
akan menembus tempurung kepala ternak dan mengenai otak, sehingga ternak
pingsan dan roboh.
c)
Pemingsanan dilakukan dengan
menggunakan sengatan listrik. Ada 2 metoda pemingsanan yang digunakan bila
menggunakan sengatan listrik.
4. Cara Pemotongan
Pemotongan dilakukan pada ternak
dalam keadaan posisi rebah, kepalanya diarahkan ke arah kiblat dan dengan
menyebut nama Allah, ternak tersebut dipotong dengan menggunakan pisau yang
tajam. Pemotongan dilakukan pada leher bagian bawah, sehingga tenggorokan, vena
yugularis dan arteri carotis terpotong.
Menurut Ressang (1962) hewan yang
dipotong baru dianggap mati bila pergerakan –pergerakan anggota tubuhnya dan
lain –lain bagian berhenti. Oleh karena itu setelah ternak tidak bergerak lagi
leher dipotong dan kepala dipisahkan dari badan pada sendi Occipitoatlantis.
Pada pemotongan tradisional,
pemotongan dilakukan pada ternak yang masih sadar dan dengan cara seperti ini
tidak selalu efektif untuk menimbulkan kematian dengan cepat, karena kematian
baru terjadi setelah 3-4 menit. Dalam waktu tersebut merupakan penderitaan bagi
ternak, dan tidak jarang ditemukan kasus bahwa dalam waktu tersebut ternak
berontak dan bangkit setelah disembelih. Oleh karena itu pengikatan harus benar
–benar baik dan kuat. Cara penyembelihan seperti ini dianggap kurang
berperikemanusiaan. Waktu yang diperlukan secara keseluruhan lebih lama
dibandingkan dengan cara pemotongan yang meng-gunakan pemingsanan.
Pada saat pemotongan diusahakan agar
darah secepatnya dan sebanyak –banyaknya keluar serta tidak terlalu banyak
meronta, karena hal ini akan ada hubungannya dengan :
a)
Warna daging.
b)
Kenaikan temperatur urat daging.
c)
pH urat daging (setelah ternak
mati).
d)
Kecepatan daging membusuk.
Agar darah cepat keluar dan banyak,
setelah ternak disembelih, kedua kaki belakang pada sendi tarsus dikait dengan
suatu kaitan dan dikerek ke atas sehingga bagian leher ada di bawah. Keadaan
seperti ini memungkinkan darah yang ada pada tubuh ternak akan mengalir menuju
ke bagian bawah yang akhirnya keluar dari tubuh.
5. Pengulitan
Setelah tetesan darah tidak
mengalir, selanjutnya dilakukan pengulitan. Pengulitan dilakukan dengan
menggunakan pisau yang bentuknya khusus agar pada saat pengulitan tidak banyak
kulit ataupun daging yang rusak.
6. Pengeluaran Jeroan
Setelah pengulitan selesai
dilakukan, organ dalam yaitu isi rongga dada dan rongga perut dikeluarkan. Pada
saat pengeluaran isi rongga perut harus dijaga agar isi saluran pencernaan dan
kantong kemih tidak mencemari karkas. Selanjutnya isi rongga dada dan rongga
perut ini dibawa ke tempat yang terpisah untuk dibersihkan.
7. Pembelahan Karkas
Setelah isi rongga dada dan rongga
perut dikeluarkan, karkas dibagi menjadi dua bagian yaitu belahan kiri dan
kanan. Pembelahan dilakukan sepanjang tulang belakang dengan menggunakan kapak
yang tajam. Di Rumah Potong yang modern sudah ada yang menggunakan
"Automatic Cattle Splitter".
Setelah karkas dibelah dua, bila
akan dijual di pasar –pasar tradisional untuk konsumsi segar, maka karkas akan
dipotong menjadi 2 bagian, yaitu bagian depan dan bagian belakang. Pemotongan
dilakukan antara tulang rusuk ke 12 dan ke 13. Perlakuan pemotongan seperti ini
karkas menjadi 4 potongan, masing –masing dinamakan “Quarter” atau “Perempat”,
sehingga akan didapat “Perempat belakang” (Hind-quarter) dan “Perempat depan”
(Forequarter). Untuk dijual di pasar swalayan atau konsumsi hotel –hotel
berbintang biasanya dilakukan pelayuan terlebih dahulu, dan pada saat pelayuan
karkas dalam keadaan tergantung.
8. Menggantung Karkas
Peneliti –peneliti daging telah
menemukan bahwa cara menggantung karkas juga berpengaruh terhadap keempukan
beberapa macam otot.
a)
Bila karkas digantung pada
"tendon Achilles yang harganya mahal akan lebih panjang 50% dibandingkan
dengan yang normal dan selama rigormortis otot ini tidak berkontraksi sehingga
akan lebih empuk. Namun menggantung dengan cara ini beberapa otot lainnya di
bagian "proximal hind limb" (kaki belakang bagian atas) akan
berkontraksi dibawah normal (lebih pendek) selama rigormortis sehingga otot
–otot ini akan lebih keras dari biasanya.
b)
Menggantung karkas pada
"abdurator foramen" akan membatasi kontraksi dari beberapa otot
penting diantaranya adalah "semimembranosus" (round), "glutaeus
medius" (sirloin), "longissimus dorsi" (loin). Dengan
menggantung karkas seperti ini "hind limb" (kaki belakang) akan turun
dan tulang belakang akan lurus, hasilnya otot pada "hind limb" dan
sepanjang sisi luar tulang belakang akan memanjang.
III. PENUTUP
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan, bahwa Teknik
Penyembelihan Ternak Potong :
a)
Penentuan harga pada saat jual beli
ternak siap potong, umumnya didasarkan pada taksiran pada saat ternak masih
hidup, meskipun dibeberapa tempat terutama ternak besar, penentuan harganya
juga ditentukan oleh berat karkas yang dihasilkan oleh ternak yang
bersangkutan.
b)
Kondisi atau keadaan ternak sebelum
dipotong harus dalam keadaan sehat dan segar, ternak tersebut perlu
diistirahatkan terlebih dahulu sampai kondisi ternak kembali segar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar