Sabtu, 13 Juni 2015

Teknik Penyembelihan Ternak Potong



Teknik Penyembelihan Ternak Potong

I.  PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, terjadi ikatan pengertian dan penghargaan terhadap hewan yang telah berkorban untuk kepentingan manusia  (Sofyadi, 2003: 45). Manusia merasa bahwa  proses penyembelihan tidak layak dilakukan dengan cara yang kejam. Dewasa ini kegiatan penyembelihan hewan di Rumah Potong Hewan (RPH) selalu dimulai dengan doa dan di ucapkan syukur atas rahmat yang telah diberikan Tuhan. Hewan dipotong dengan metode tertentu sehingga hewan mati secepat mungkin dengan rasa sakit yang sesedikit mungkin atau dibuat tidak sadar terlebih dahulu dengan suatu pukulan mekanik, tembakan pistol elektrik, kimia, atau lain yang cepat dan efektif sebelum hewan diikat, digantung, dan dipotong.
Undang –undang yang berlaku kebanyakan dari Negara Eropa lainnya menyatakan bahwa penyembelihan hewan di RPH kecuali yang dipotong oleh orang Yahudi dan Islam harus didahului dengan pemingsanan (Lawrie, 1966: 2). Di Spanyol, sebagian Italia, dan banyak Negara di Amerika Selatan penyembelihan ternak dilakukan dengan menikam leher memakai pisau pendek bermata dua yang dikenal dengan nama Puntilla, sehingga masuk ke ruang atlanto –occipitalis dan merusak medulla oblongata. Pelaksanaan penyembelihan ternak di India dilaksanakan tanpa pemingsanan terlebih dahulu.
Sehubung dengan hal itu, makalah ini ingin mengangkat Bagaimana Teknik Penyembelihan Ternak Potong? Untuk menjawab permasalahan tersebut, makalah ini akan menitik beratkan pada persoalan pokok:
Pertama, Bagai,ama cara mengidentifikasi ternak siap potong. Kedua, Bagaimana perlakuan pada ternak sebelum dipotong dan ketiga, Bagaimana cara pemotongan ternak. Makalah ini dilakukan bertujuan untuk;
Pertama, Sebagai salah satu syarat tugas akhir Bahasa Indonesia di Fakultas Peternakan. Kedua, Mengidentifikasi dan menyingkirkan pemotongan ternak –ternak yang terserang penyakit terutama penyakit yang dapat menulari manusia yang mengkonsumsinya, dan ketiga, Mengidentifikasikan dan memisahkan pemotongan ternak yang dicurigai terserang penyakit dengan syarat dagingnya baru bisa dijual bila telah dilakukan pemeriksaan dan ternak –ternak tersebut harus dipotong terpisah dengan ternak –ternak lain yang nyata.
Dalam makalah ini menggunakan teori Ensminger, M.E (1987 :17). Pemotongan ternak tidak seluruhnya dapat dilakukan pencatatan, artinya tidak semua ternak dilakukan pemotongan di Rumah Potong Hewan (RPH) atau di tempat pemotongan hewan resmi. Beberapa komuditas ternak dilakukan pemotongan di luar tempat pemotongan resmi, sehingga datanya tidak dapat dilakukan pencatatan, yang diperkirakan jumlah dan tingkat pemotongan di setiap daerah.
Metode dan teknik yang paling umum dipakai adalah cara halal atau secara Islam. Leher dipotong dengan cepat. Metode Sikh atau Jatka juga digunakan, yaitu ternak potong kepalanya dengan satu kalisabetan pedang. Dalam masyarakat Yahudi, peraturan tentang penyembelihan hewan untuk keperluan orang Yahudi, peraturan tentang penyembelihan hewan untuk keperluan orang Yahudi sudah ada sejak 500. Peraturan tersebut menyatakan hewan tidak boleh terluka sebelum dipotong. Pukulan pada kepala dilarang keras, karena terjadinya luka pada selaput otak merupakan salah satu dari delapan kerusakan yang menyebabkan daging menjadi terepha atau tidak layak untuk dimakan. Oleh karena itu sampai saat ini penyembelihan masih banyak dilaksanakan tanpa didahului dengan pemingsanan.
Namun, perkembangan teknologi memberikan solusi dengan pemingsanan secara elektris yang tidak menyebabkan kelukaan. Metode ini telah dilakukan di banyak negara Eropa, dan sementara di beberapa negara masalah ini baru dipertimbangkan oleh komunitas Yahudi. (Setyawan Budiharta; 2009:7)














II.    PEMBAHASAN

A.      IDENTIFIKASI TERNAK SIAP POTONG
Penentuan harga pada saat jual beli ternak siap potong, umumnya didasarkan pada taksiran pada saat ternak masih hidup, meskipun di beberapa tempat terutama ternak besar, penentuan harga ditentukan oleh berat karkas yang dihasilkan oleh ternak yang bersangkutan. Bila harga ternak hidup ditentukan berdasarkan penaksiran, maka pembeli harus sudah bisa memperkirakan berapa banyak karkas yang akan didapat, berapa nilai dari hasil ikutan seperti kulit, jeroan dan sisa karkas lainnya.(Arganosa: 1975, 7).
Penampilan ternak saat hidup mencerminkan produksi dan kualitas karkasnya. Ketepatan penaksir dalam menaksir nilai ternak tergantung pada pengetahuan penaksir dan kemampuan menterjemahkan keadaan dari ternak itu. Keadaan ternak yang perlu mendapat perhatian pada saat menaksir pro-duktivitas ternak adalah :
1)      Umur dan berat.
2)      Pengaruh kelamin.
3)      Perdagingan.
4)      Derajat kegemukan.
5)      Persentase karkas.
1.      Umur dan Berat
Umumnya daging yang berasal dari sapi tua akan lebih liat dibandingkan dengan daging yang berasal dari sapi muda. Hasil penelitianpun menunjukkan bahwa umur potong sapi berkorelasi positif dengan keempukan daging yang dihasilkannya, artinya makin tua ternak sudah dapat dipastikan dagingnya akan lebih liat. Daging yang berasal dari sapi tua baunya lebih menyengat dibandingkan dengan daging yang berasal dari sapi muda. Namun pada kenyataannya, kuat lemahnya bau daging pada sapi tidak dipermasalahkan konsumen, lain halnya dengan daging domba dan daging kambing, karena ke dua ternak kecil ini bau dagingnya sangat unik dan lebih kuat dibandingkan dengan sapi (Paeco Agung: 1989, 2). Oleh karena itu konsumen daging domba atau kambing lebih menyukai daging yang berasal dari ternak muda.
Ternak sapi tua yang gemuk akan menghasilkan daging yang berlemak oleh karena itu rasanya akan lebih gurih dan banyak disukai konsumen. Selain itu daging yang berlemak kandungan airnya lebih sedikit sehingga pada saat dimasak penyusutannya tidak terlalu besar
.
2.      Pengaruh Kelamin
Sapi dara siap potong umumnya lebih murah dibandingkan dengan sapi jantan kebiri, hal ini disebabkan karena persentase karkas sapi dara akan lebih rendah dibandingkan dengan sapi jantan kebiri. Selain itu pada umur yang sama dengan kondisi pemeliharaan yang sama, sapi dara akan sedikit lebih gemuk dibandingkan dengan jantan sehingga akan lebih banyak lemak yang dibuang untuk menghasilkan daging tanpa lemak.
Harga sapi jantan muda setiap kilogram hidup umumnya akan lebih murah dibandingkan dengan sapi jantan kebiri, hal ini disebabkkan kualitas daging dari sapi jantan lebih rendah dibandingkan dengan daging dari sapi jantan kebiri pada umur yang sama. Namun produksi dagingnya akan lebih tinggi baik dibandingkan dengan produksi sapi jantan kebiri atau sapi dara.
3.      Perdagingan
Tujuan akhir produksi ternak daging adalah menghasilkan karkas yang pro-porsi dan kualitas dagingnya prima, yaitu yang kandungan lemaknya disela –sela urat daging termasuk "moderat", namun demikian tidak dapat dihindari adanya lemak yang berlebih diantara otot –otot, dan keadaan seperti ini tidak disukai oleh konsumen. Pada karkas ada 3 komponen utama, yaitu : daging, lemak dan tulang.
Bila pada suatu karkas kandungan dagingnya tinggi maka kandungan tulang dan atau kandungan lemaknya akan lebih rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara kandungan daging dengan tulang, namun hubungannya tidak begitu kuat. Artinya bila proporsi daging tinggi maka proporsi tulangnya akan lebih tinggi dan proporsi lemaknya akan relatif lebih kecil. (Setyawan Budiharta: 2009,19)
4.      Derajat Kegemukan (Finish)
Selama penggemukan dengan pemberian pakan yang baik, lemak akan dibentuk berturut-turut diluar bundel otot yaitu dibawah kulit dibagian luar karkas (lemak subkutan), dalam rongga perut, sekitar bundel-bundel otot dan juga pada serat –serat otot. Sebagian besar lemak berada diluar bundel otot dan lemak ini akan dilepaskan pada saat prosessing. Lemak yang terbentuk diantara serat otot disebut "marbling" atau kepualaman dan lemak ini akan sangat berpengaruh terhadap kelezatan daging, kegurihan, bau rasa, penampilan dan keempukan. Kegurihan mungkin merupakan faktor yang sangat penting yang disumbangkan oleh adanya "marbling", selain itu penampilan daging jadi lebih menarik. (Lawrie: 1966, 25)
5.      Persentase Karkas
Persentase karkas tidak banyak berpengaruh terhadap kualitas karkas namun penting pada penampilan ternak sebelum dipotong. Pembeli ternak akan memperkirakan nilai karkas dari penampilan ternak sewaktu ternak tersebut masih hidup. Bila pembeli menaksir persentase karkas terlalu tinggi misalnya 1% saja, maka pada ternak yang beratnya 500 kg, pembeli tersebut akan kehilangan 5 kg daging.

B.   PERLAKUAN PADA TERNAK SEBELUM DIPOTONG
1. Syarat Ternak yang akan dipotong dan Kebersihan Tempat Penampungan di RPH.
Syarat ternak yang akan dipotong (Arganosa, 1975:32) adalah kondisi ternak harus dalam keadaan sehat dan segar, untuk itu setelah ternak tiba dirumah potong perlu diistirahatkan terlebih dahulu sampai kondisi ternak kembali segar. Untuk hewan betina besar bertanduk, boleh dipotong dengan syarat :
a)      Tidak dipotong untuk diperjual belikan.
b)      Betina tersebut mendapat kecelakaan.
c)      Betina itu terkena penyakit yang bisa menimbulkan kematian. (misalnya penyakit kembung perut).
d)     Betina tersebut dapat membahayakan manusia.
e)      Menurut peraturan yang dibuat harus disembelih (umumnya dalam rangka memberantas penyakit).
Bila ternak telah melakukan perjalanan yang panjang dan ternak  terlihat lelah, segera setelah diturunkan dari truk atau alat angkut lainnya, ternak –ternak ini digiring ketempat yang sudah tersedia air untuk minum dan dilakukan penyemprotan dengan air dingin, hal ini bukan saja agar ternak menjadi bersih namun juga akan dapat mengurangi stress serta menekan adanya bilur-bilur darah pada bagian dibawah kulit (sub-cutan). Lama waktu istirahat dianjurkan selama 2 hari, meskipun kadang-kadang istirahat selama 2 hari ini belum mencukupi. Pada saat istirahat semua ternak harus diberi makan dan minum yang baik dan cukup meskipun beberapa ternak mungkin tidak mau makan.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah keadaan dari tempat penampungan ternak di Rumah Potong, yang kadang-kadang merupakan sumber kontaminasi bakteri pathogen (penyebab penyakit). Karena ada kemungkinan ternak yang pernah datang berasal dari suatu daerah, sedang ada dalam keadaan infeksi subklinis dan hal ini akan sangat berpengaruh terhadap kualitas daging.
Lantai tempat penampungan ternak harus dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dibersihkan, karena jika diantara ternak yang sehat terdapat ternak yang menderita penyakit Salmonelosis, maka besar kemungkinan akan terjadi penularan yang cepat yang dapat menimbulkan resiko dimana dalam Rumah Potong Hewan itu timbul pencemaran.
Kandang untuk peristirahatan ternak harus cukup luasnya serta menyenangkan bagi ternaknya dan lebih baik lagi bila kandang disekat –sekat menjadi unit-unit yang lebih kecil, guna mencegah gerombolan yang terlalu banyak (Setyawan Budiharta: 2009,19). Jalan menuju ruang penyembelihan harus mudah dan apabila ternak yang akan dipotong itu adalah ternak besar yang dipelihara di padang penggembalaan maka pada sisi lorong harus dipagari dengan menggunakan tiang-tiang yang kuat. Pada saat ternak beristirahat pemeriksaan ante-mortem (sebelum ternak disembelih) sudah mulai dijalankan. Pemeriksaan ante-mortem ini sangat penting dilakukan karena merupakan salah satu proses pencegahan penyakit terhadap konsumen.
Dalam hal ini "pemeriksa" harus memiliki pengetahuan mengenai kesehatan masyarakat dan juga cukup berpengalaman dalam menangani ternak –ternak yang akan dipotong. Hal lain yang juga penting yaitu perlakuan terhadap ternak itu sendiri. Perlakuan yang kasar pada ternak sebelum dipotong akan menyebabkan memar pada daging sehingga akan menurunkan kualitas dari pada karkas. Oleh karena itu untuk mengurangi penurunan kualitas karkas, stres lingkungan harus dihindari dan ternak harus diperlakukan dengan baik. Pada umumnya petugas Rumah Potong yang sepanjang dan setiap waktu kerjanya berhubungan dengan ternak cenderung kasar dalam memperlakukan ternak yang akan dipotong.

2.  Cara menditeksi ternak yang tidak sehat
Ternak yang sedang demam dapat diketahui pada saat ternak sedang beristirahat (Lawrie, 1966:1). Ternak tersebut akan terlihat lemah dan tidak bergairah dan kadang-kadang terlihat telinganya terkulai. Ternak babi yang terkena demam akan memisahkan diri dari kelompoknya dan rebahan di teempat yang basah meskipun udara lingkungan sedang dingin.
a)      Ternak domba yang terkena penyakit "myasis" akan  sering  mengibasngibaskan ekornya atau menggisir dan juga bulu pada daerah pantat terdapat kotoran dan basah.
b)      Penyakit "Pneumonia" dan "Heat-Stroke" akan mudah diditeksi pada saat ternak beristirahat. Ternak yang terkena penyakit ini akan terlihat kembang kempis kesakitan dan pernafasan cepat.
c)      Penyakit "Peritonitis" yang akut juga akan bisa dilihat pada ternak bila sedang istirahat. Hal ini banyak terjadi pada babi. Babi yang terserang penyakit ini memperlihatkan perut yang sedikit gembung dan terlihat lemah dan loyo.
d)     Penyakit "Enteritis" juga bisa dilihat pada saat ternak istirahat. Ternak akan terlihat bungkuk karena pada abdomennya ada luka dan akan mencret bila buang kotoran.
Memperhatikan ternak yang akan dipotong sangat penting dilakukan, karena bila ada tingkah laku yang tidak normal perlu dicurigai bahwa ternak tersebut ada kelainan. Disamping diperhatikan pada saat istirahat ternak pun harus diperhatikan pada saat berjalan. Usahakan ternak berjalan perlahan dan dilihat apa ada kelainan atau tidak.
Pengawasan sebaiknya dilakukan pada :
a)      Sisi sebelah kiri.
b)      Sisi sebelah kanan.
c)      Bagian depan dan kepala.
d)     Bagian belakang (kaki dan anus).
Bila ada sedikit saja yang mencurigakan maka harus dilakukan pemeriksaan yang lebih intensif. Untuk melihat kelainan –kelainan ini membutuhkan pengalaman yang cukup.

3. Penimbangan pada Ternak
Pada saat ternak akan dipotong, sebelum memasuki rumah potong, bila ada fasilitas penimbangan ternak, maka sebaiknya ternak ditimbang terlebih dahulu. Maksudnya untuk mengetahui berapa berat potong dari ternak tersebut dan berapa kira –kira karkas yang akan dihasilkan. Rumah potong di Indonesia, umumnya tidak memiliki timbangan untuk ternak hidup, baik untuk ternak kecil maupun untuk ternak besar. Untuk ternak kecil kapasitas 100-150 kg sudah memadai, namun untuk ternak besar sebaiknya yang berka-pasitas 750 kg. (Arganosa, 1975:12)
Menimbang ternak kecil tidak terlalu sulit karena tenaganya masih bias diatasi oleh manusia. Pada ternak domba dan kambing cukup dengan menyatukan keempat kakinya dan diikat kemudian digantung pada kait timbangan gantung. Pada sapi karena tenaganya jauh lebih kuat, maka sebaiknya timbangannya dibuat seperti kerangkeng dengan lebar dan panjang lebih besar sedikit dari badan sapi. Pada saat ditimbang pintu kerangkeng sebaiknya tertutup karena dikhawatirkan sapi jadi lebih galak akibat suasana yang berbeda dari biasanya.


C.     CARA PEMOTONGAN TERNAK
Pada proses pemotongan ternak di Indonesia harus benar-benar memperhatikan hukum-hukum agama Islam, karena ada kewajiban menjaga ketentraman batin masyarakat. Pada pelaksanaannya ada beberapa cara yang digunakan di Indonesia, yaitu :
1. Tanpa "Pemingsanan"
Cara ini banyak dilakukan di Rumah –rumah Potong Tradisional. Penyembelihan dengan cara ini ternak direbahkan secara paksa dengan menggunakkan tali temali yang diikatkan pada kaki –kaki ternak yang dihubungkan dengan ring –ring besi yang tertanam pada lantai Rumah Potong, dengan menarik tali –tali ini ternak akan rebah. Pada penyembelihan dengan sistem ini diperlukan waktu kurang lebih 3 menit untuk mengikat dan merobohkan ternak. Pada saat ternak roboh akan menimbulkan rasa sakit karena ternak masih dalam keadaan sadar.

2. Dengan Pemingsanan
Di Rumah Potong Hewan yang besar dan modern, sebelum ternak dipotong terlebih dahulu dilakukan "pemingsanan", maksudnya agar ternak tidak menderita dan aman bagi yang memotong.

3. Proses Pemingsanan
Ada beberapa cara pemingsanan, yaitu :
a)      Pemingsanan dengan cara memukulkan palu yang terbuat dari kayu keras pada bagian atas dahi, sehingga ternak jatuh dan tidak sadar.
b)      Pemingsanan dilakukan dengan menggunakan "senapan"  yang mempunyai "pen". Pen ini akan menembus tempurung kepala ternak dan mengenai otak, sehingga ternak pingsan dan roboh.
c)      Pemingsanan dilakukan dengan menggunakan sengatan listrik. Ada 2 metoda pemingsanan yang digunakan bila menggunakan sengatan listrik.      

 4. Cara Pemotongan
Pemotongan dilakukan pada ternak dalam keadaan posisi rebah, kepalanya diarahkan ke arah kiblat dan dengan menyebut nama Allah, ternak tersebut dipotong dengan menggunakan pisau yang tajam. Pemotongan dilakukan pada leher bagian bawah, sehingga tenggorokan, vena yugularis dan arteri carotis terpotong.
Menurut Ressang (1962) hewan yang dipotong baru dianggap mati bila pergerakan –pergerakan anggota tubuhnya dan lain –lain bagian berhenti. Oleh karena itu setelah ternak tidak bergerak lagi leher dipotong dan kepala dipisahkan dari badan pada sendi Occipitoatlantis.
Pada pemotongan tradisional, pemotongan dilakukan pada ternak yang masih sadar dan dengan cara seperti ini tidak selalu efektif untuk menimbulkan kematian dengan cepat, karena kematian baru terjadi setelah 3-4 menit. Dalam waktu tersebut merupakan penderitaan bagi ternak, dan tidak jarang ditemukan kasus bahwa dalam waktu tersebut ternak berontak dan bangkit setelah disembelih. Oleh karena itu pengikatan harus benar –benar baik dan kuat. Cara penyembelihan seperti ini dianggap kurang berperikemanusiaan. Waktu yang diperlukan secara keseluruhan lebih lama dibandingkan dengan cara pemotongan yang meng-gunakan pemingsanan.
Pada saat pemotongan diusahakan agar darah secepatnya dan sebanyak –banyaknya keluar serta tidak terlalu banyak meronta, karena hal ini akan ada hubungannya dengan :
a)      Warna daging.
b)      Kenaikan temperatur urat daging.
c)      pH urat daging (setelah ternak mati).
d)     Kecepatan daging membusuk.
Agar darah cepat keluar dan banyak, setelah ternak disembelih, kedua kaki belakang pada sendi tarsus dikait dengan suatu kaitan dan dikerek ke atas sehingga bagian leher ada di bawah. Keadaan seperti ini memungkinkan darah yang ada pada tubuh ternak akan mengalir menuju ke bagian bawah yang akhirnya keluar dari tubuh.

5.  Pengulitan
Setelah tetesan darah tidak mengalir, selanjutnya dilakukan pengulitan. Pengulitan dilakukan dengan menggunakan pisau yang bentuknya khusus agar pada saat pengulitan tidak banyak kulit ataupun daging yang rusak.

6. Pengeluaran Jeroan
Setelah pengulitan selesai dilakukan, organ dalam yaitu isi rongga dada dan rongga perut dikeluarkan. Pada saat pengeluaran isi rongga perut harus dijaga agar isi saluran pencernaan dan kantong kemih tidak mencemari karkas. Selanjutnya isi rongga dada dan rongga perut ini dibawa ke tempat yang terpisah untuk dibersihkan.

7. Pembelahan Karkas
Setelah isi rongga dada dan rongga perut dikeluarkan, karkas dibagi menjadi dua bagian yaitu belahan kiri dan kanan. Pembelahan dilakukan sepanjang tulang belakang dengan menggunakan kapak yang tajam. Di Rumah Potong yang modern sudah ada yang menggunakan "Automatic Cattle Splitter".
Setelah karkas dibelah dua, bila akan dijual di pasar –pasar tradisional untuk konsumsi segar, maka karkas akan dipotong menjadi 2 bagian, yaitu bagian depan dan bagian belakang. Pemotongan dilakukan antara tulang rusuk ke 12 dan ke 13. Perlakuan pemotongan seperti ini karkas menjadi 4 potongan, masing –masing dinamakan “Quarter” atau “Perempat”, sehingga akan didapat “Perempat belakang” (Hind-quarter) dan “Perempat depan” (Forequarter). Untuk dijual di pasar swalayan atau konsumsi hotel –hotel berbintang biasanya dilakukan pelayuan terlebih dahulu, dan pada saat pelayuan karkas dalam keadaan tergantung.

8. Menggantung Karkas
Peneliti –peneliti daging telah menemukan bahwa cara menggantung karkas juga berpengaruh terhadap keempukan beberapa macam otot.
a)      Bila karkas digantung pada "tendon Achilles yang harganya mahal akan lebih panjang 50% dibandingkan dengan yang normal dan selama rigormortis otot ini tidak berkontraksi sehingga akan lebih empuk. Namun menggantung dengan cara ini beberapa otot lainnya di bagian "proximal hind limb" (kaki belakang bagian atas) akan berkontraksi dibawah normal (lebih pendek) selama rigormortis sehingga otot –otot ini akan lebih keras dari biasanya.
b)      Menggantung karkas pada "abdurator foramen" akan  membatasi kontraksi dari beberapa otot penting diantaranya adalah "semimembranosus" (round), "glutaeus medius" (sirloin), "longissimus dorsi" (loin). Dengan menggantung karkas seperti ini "hind limb" (kaki belakang) akan turun dan tulang belakang akan lurus, hasilnya otot pada "hind limb" dan sepanjang sisi luar tulang belakang akan memanjang.






III. PENUTUP

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan, bahwa Teknik Penyembelihan Ternak Potong :
a)      Penentuan harga pada saat jual beli ternak siap potong, umumnya didasarkan pada taksiran pada saat ternak masih hidup, meskipun dibeberapa tempat terutama ternak besar, penentuan harganya juga ditentukan oleh berat karkas yang dihasilkan oleh ternak yang bersangkutan.
b)      Kondisi atau keadaan ternak sebelum dipotong harus dalam keadaan sehat dan segar, ternak tersebut perlu diistirahatkan terlebih dahulu sampai kondisi ternak kembali segar.


                                            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar