Sabtu, 13 Juni 2015

Makalah Pancasila sebagai Paradigma Reformasi



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang
Paradigma yaitu sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan.
Reformasi adalah mengembalikan tatanan kenegaraan kearah sumber nilai yang merupakan platform kehidupan bersama bangsa Indonesia, yang selama ini diselewengakan demi kekuasaan sekelompok orang, baik pada masa orde lama maupun orde baru. Proses reformasi harus memiliki platform dan sumber nilai yang jelas dan merupakan arah, tujuan, serta cita-cita yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagaimana tujuan awal ideal para pendiri bangsa terdahulu.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang pancasila sebagai paradigma reformasi secara lebih lengkap.

1.2.   Rumusan Masalah
 Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1)    Apa itu paradigma reformasi ?
2)    Jelaskan tentang pancasila sebagai paradigma reformasi ?
3)    Jelaskan tentang Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Hukum ?
4)    Jelaskan tentang Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik ?
5)    Jelaskan tentang Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi ?

1.3.  Tujuan Penulisan
Segala sesuatu yang dilakukan pasti memiliki tujuan, adapun tujuan dalam penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1)    Pengertian dari paradigma reformasi
2)    pancasila sebagai paradigma reformasi
3)    Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Hukum
4)    Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik
5)    Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi



BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Paradigma  
Paradigma yaitu sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan, perubahan serta proses dalam suatu bidang tertentu termasuk dalam bidang reformasi.

2.2. Pengertian Reformasi
Pengertian Reformasi secara etimologis berasal dari kata reformation dari akar kata reform, sedangkan secara harafiah reformasi mempunyai pengertian suatu gerakan yang memformat ulang, menata ulang, menata kembali hal-hal yang menyimpang, untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita- citakan rakyat. Reformasi juga diartikan pembaharuan dari paradigma, pola lama ke paradigma, pola baru untuk menuju ke kondisi yang lebih baik sesuai dengan harapan.
Reformasi secara umum bararti perubahan terhadap suatu system yang telah ada pada suatu masa. Di Indonesia, kata Reformasi umumnya merujuk pada gerakan mahasiswa pada tahun1998 yang menjatuhkan kekuasaan presiden Soeharta atau era setelah Orde baru. Kendati demikan, Kata Reformasi sendiri pertama-tama muncul dari gerakan pembaruan di kalangan Gereja Kristen di Eropa Barat pada abad ke-16,yang dipimpin oleh Marti luther, Ulrich Zwingli, Yohanes Calvin, dll.
Reformasi adalah mengembalikan tatanan kenegaraan kearah sumber nilai yang merupakan platform kehidupan bersama bangsa Indonesia, yang selama ini diselewengakan demi kekuasaan sekelompok orang, baik pada masa orde lama maupun orde baru. Proses reformasi harus memiliki platform dan sumber nilai yang jelas dan merupakan arah, tujuan, serta cita-cita yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagaimana tujuan awal ideal para pendiri bangsa terdahulu.
Suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat:
1.  Suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpangan- penyimpangan.      Masa pemerintahan Orba banyak terjadi suatu penyimpangan misalnya asas kekeluargaan menjadi “nepotisme”, kolusi dan korupsi yang tidak sesuai dengan makna dan semangat UUD 1945.

2. Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasar pada suatu kerangka struktural tertentu, dalam hal ini Pancasila sebagai ideologi bangsa dan Negara Indonesia. Jadi reformasi pada prinsipnya suatu gerakan untuk mengembalikan kepada dasar nilai- nilai sebagaimana yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia.

3. Gerakan reformasi akan mengembalikan pada dasar serta sistem Negara demokrasi, bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat, sebagaimana terkandung dalam pasal 1 ayat (2). Reformasi harus melakukan perubahan kea rah sistem Negara hukum dalam penjelasan UUD 1945, yaitu harus adanya perlindungan hak-hak asasi manusia, peradilan yang bebas dari penguasa, serta legalitas dalam arti hukum. Oleh karena itu reformasi sendiri harus berdasarkan pada kerangka dan kepastian hukum yang jelas.

4. Reformasi dilakukan kearah suatu perubahan kearah kondisi serta keadaan yang lebih baik, perubahan yang dilakukan dalam reformasi harus mengarah pada suatu kondisi kehidupan rakyat yang lebih baik dalam segala aspek, antara lain bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, serta kehidupan keagamaan.

5. Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etika sebagai manusia yang Berketuhanan Yang Maha Esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.

2.3. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi
Pada saat gerakan reformasi terjadi pada Indonesia, banyak politik yang menjalakan tugasnya secara menyimpang dan tidak bertanggung jawab dengan menggunakan hasil masyarakat Indonesia atau dengan kata lain melakukan tindakan korupsi (KKN). Indonesia berusaha dan ingin mengadakan suatu gerakan perubahan, yakni dengan menghayati, meyakini, dan mengamalkan kembali kehidupan berbangsa dan bernegara agar terwujudnya masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera, masyarakat bermartabat kemanusiaan dan cinta tanah air yang menghargai hak-hak asasi manusia, masyarakat yang demokratis bermoral religius dan beradab.
Kenyataan yang terjadi, gerakan reformasi dimanfaatkan oleh para elit politik demi memperoleh kekuasaannya, sehingga tidak mengherankan bila banyak terjadi perbenturan kepentingan pribadi politik tersebut. Gerakan reformasi ini membuat bangsa Indonesia, semakin sengsara dan berdampak pada social, politik, ekonomi terutama kemanusiaan. Berbagai gerakan muncul disertai dengan akibat tragedi kemanusiaan yang banyak menelan korban jiwa penerus bangsa sebagai rakyat kecil yang tidak berdosa dan mendambakan perdamaian, ketentraman, dan kesejahteraan.
Kondisi ekonomi semakin menyedihkan, banyak perusahaan atau perbankan mengalami kebangkrutan yang tidak lain akan menyebabkan PHK dan pengangguran secara besar-besaran terjadi. Rakyat benar-benar merintih dan menjerit yang kehidupan kesehariannya sangat memprihatinkan karena kesulitan untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari. Namun dalam hal ini kalangan elit politik serta pelaku politik seakan menutup kedua telinga mereka tanpa mempedulikan kesengsaraan mereka.
Namun bangsa Indonesia masih memiliki sebuah keyakinan akan nilai-nilai yang berakar dari pandangan hidup bangsa Indonesia sendiri, yaitu nilai-nilai pancasila. Reformasi adalah menata kehidupan bangsa dan negara dalam suatu sistem negara di bawah nilai-nilai Pancasila, bukan menghancurkan dan membubarkan bangsa dan negara Indonesia. Reformasi yang dilakukan bangsa Indonesia tidak akan menghancurkan nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Bahkan pada hakikatnya reformasi adalah mengembalikan tatanan kenegaraan ke arah yang sumber nilai yang merupakan sebuah panggung kehidupan bersama bangsa Indonesia, yang selama ini diselewengkan demi kekuasaan sekelompok orang, baik pada masa orde lama maupun masa orde baru.
Menurut landasan historisnya, sumber nilai serta sumber norma yang fundamental dari negara Indonesia yaitu Pancasila, yang mempunyai nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan serta ada secara objektif dan melekat pada bangsa Indonesia sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia. Maka dalam kehidupan politik yang sedang melakukan reformasi bukan berarti akan mengubah cita-cita, dasar nilai, serta pandangan hidup bangsa melainkan menata kembali dalam suatu platform yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila dalam berbagai segala bidang reformasi, antara lain dalam bidang hukum, politik, ekonomi, serta bidang-bidang lainya. Sebuah reformasi harus memiliki tujuan, dasar, cita-cita serta platform yang jelas bagi bangsa Indonesia nilai-nilai Pancasila itulah yang merupakan paradigma Reformasi.   

1.       Gerakan Reformasi
Pada pelaksanaan GBHN 1998 pada PJP II Pelita ke tujuh ini, bangsa Indonesia menghadapi krisis ekonomi yang hebat, sehingga menyebabkan stabilitas ekonomi makin ambruk dan menyebar luasnya tindakan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme pada hampir semua instansi pemerintahan serta penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang para petinggi negara yang membuat rakyat semakin menderita.
Pancasila yang pada dasarnya sebagai sumber nilai, dasar moral etik bagi negara dan aparat pelaksana negara digunakan sebagai alat legitimasi politik, semua tindakan dan kebijakan mengatasnamakan Pancasila, kenyataannya tindakan dan kebijakan tersebut sangat bertentangan dengan Pancasila.
Klimaks dari keadaan tersebut ditandai dengan hancurnya ekonomi nasional, sehingga muncullah gerakan masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa, cendekiawan dan masyarakat sebagai gerakan moral politik yang menuntut adanya Reformasi di segala bidang terutama bidang hukum, politik, ekonomi, dan pembangunan.
Awal dari gerakan Reformasi bangsa Indonesia, yakni dengan mundurnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian digantikan oleh Prof. Dr. B.J Habibie. Kemudian diikuti dengan pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan. Dalam pemerintahan Habibie, melakukan reformasi secara menyeluruh terutama pengubahan pada 5 paket UU. Politik tahun 1985, kemudian diikuti dengan reformasi ekonomi yang menyangkut perlindungan hukum sehingga perlu diwujudkan  UU Anti Monopoli, UU Persaingan Sehat, UU Kepailitan, UU Usaha Kecil, UU Bank Sentral, UU Perlindungan Konsumen, UU Perlindungan Buruh, dan lain sebagainya (Nopirin dalam Kaelan, 1998:1). Dan dengan demikian, reformasi harus juga diikuti reformasi hukum bersama aparat penegaknya serta reformasi pada pemerintahan.
Susunan DPR dan MPR harus mengalami reformasi yang dilakukan melalui Pemilu. Reformasi terhadap UU Politik harus dapat menjadikan para elit politik dan pelaku politik bersifat demokratis, yang mau mendengar penderitaan masyarakat dan mampu menjalankan tugasnya dengan benar.
a.      Gerakan Reformasi dan Ideologi Pancasila
Dalam kenyataannya, bangsa Indonesia telah salah mengartikan makna dari sebuah kata Reformasi, yang saat ini menimbulkan gerakan yang mengatas namakan Reformasi, padahal gerakan tersebut tidak sesuai dengan pengertian dari Reformasi. Contohnya, saat masyarakat hanya bisa menuntut dan melakukan aksi-aksi anarkis yang pada akhirnya terjadilah pengerusakan fasilitas umum, sehingga menimbulkan korban yang tak bersalah. Oleh karena itu dalam melakukan gerakan reformasi, masyarakat harus tahu dan paham akan pengertian dari reformasi itu sendiri, agar proses menjalankan reformasi sesuai dengan tujuan reformasi tersebut.
Secara harfiah reformasi memiliki makna yaitu suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat (Riswanda dalam Kaelan, 1998).
b.      Pancasila sebagai Dasar Cita-cita Reformasi
Pancasila merupakan dasar filsafat negara Indonesia, sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, namun ternyata Pancasila tidak diletakkan pada kedudukan dan fungsinya. Pada masa orde lama pelaksanaan negara mengalami penyimpangan dan bahkan bertentangan dengan Pancasila. Presiden seumur hidup yang bersifat diktator. Pada masa orde baru, Pancasila hanya sebagai alat politik oleh penguasa. Setiap warga yang tidak mendukung kebijakan penguasa dianggap bertentangan dengan Pancasila.
Oleh karena itu, gerakan reformasi harus dimasukkan dalam kerangka Pancasila, sebagai landasan cita-cita dan ideologi negara Indonesia, agar tidak terjadi anarkisme yan menyebabkan hancurnya  bangsa dan negara Indonesia.

2.4. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Hukum
Dalam era reformasi akhir-akhir ini seruan dan tuntutan rakyat terhadap pembaharuan hukum sudah merupakan suatu keharusan karena proses reformasi yang melakukan penataan kembali tidak mungkin dilakukan tanpa melakukan perubahan-perubahan terhadap peraturan perundang-undangan. Kerusakan subsistem hukum yang terjadi pada masa orde baru yang sangat menentukan dalam berbagai bidang misalnya politik, ekonomi, dan bidang lainnya maka bangsa Indonesia ingin melakukan suatu reformasi, menata kembali kerusakan subsistem yang mengalami kerusakan tersebut.
a.       Pancasila sebagai Sumber Nilai Perubahan Hukum
Pancasila merupakan cita-cita hukum, kerangka berpikir, sumber nilai serta sumber arah penyusunan dan perubahan hukum positif di Indonesia. Pancasila berfungsi sebagai paradigma hukum terutama dalam kaitannya berbagai macam upaya perubahan hukum, atau Pancasila harus merupakan paradigma dalam suatu pembaharuan hukum. Agar hukum berfungsi sebagai pelayanan kebutuhan masyarakat maka hukum harus senantiasa diperbaharui agar aktual atau sesuai dengan keadaan serta kebutuhan masyarakat yang dilayaninya dan dalam pembaharuan hukum yang terus menerus tersebut Pancasila harus tetap sebagai kerangka berpikir, sumber norma dan sumber nilai-nilainya.
Pancasila dapat memenuhi fungsi konstitutif maupun fungsi regulatif. Dengan fungsi regulatifnya Pancasila menentukan dasar suatu tata hukum yang memberi arti dan makna bagi hukum itu sendiri sehingga tanpa dasar yang diberikan oleh Pancasila maka hukum akan kehilangan arti dan maknanya itu sendiri.
Sumber hukum meliputi dua macam pengertian. Pertama, sumber formal hukum, yaitu sumber hukum ditinjau dari bentuk dan tata cara penyusunan hukum. Kedua, sumber material hukum, yaitu suatu sumber hukum yang menentukan materi atau suatu isi suatu norma hukum. Pancasila menentukan isi dan bentuk peraturan perundang-undangan Indonesia yang tersusun secara hierarkis. Selain sumber yang terkandung dalam Pancasila reformasi dan pembaharuan hukum juga harus bersumber pada kenyataan empiris yang ada dalam masyarakat terutama dalam wujud aspirasi-aspirasi yang dikehendakinya. Oleh karena itu, dalam reformasi hukum dewasa ini selain Pancasila sebagai paradigma pembaharuan hukum yang merupakan sumber norma dan sumber nilai, terdapat unsur pokook yang justru tidak kalah pentingnya yaitu kenyataan empiris yang ada dalam masyarakat.
b.       Dasar Yuridis Reformasi Hukum
Reformasi hukum harus konsepsional dan konstitusional, sehingga reformasi hukum memiliki landasan dan tujuan yang jelas. Dalam upaya reformasi hukum dewasa ini telah  banyak dilontarkan beerbagai macam pendapat tentang aspek apa saja yang dapat dilakukan dalam perubahan hukum di Indonesia, bahkan telah banyak usulan untuk perlunya amandemen atau kalau perlu perubahan secara menyeluruh terhadap pasal-pasal UUD 1945.  Berdasarkan banyaknya aspirasi yang berkembang cenderung ke arah adanya amandemen terhadap pasal-pasal UUD 1945 bukannya perubahan secara menyeluruh namun hendaklah dipahami secara obyektif bahwa bilamana terjadi perubahan seluruh UUD 1945 maka hal itu tidak menyangkut perubahan terhadap pembukaan UUD 1945, karena pembukaan UUD 1945 berkedudukan sebagai pokok kaidah negara yang fundamental. Oleh karena itu, apabila merubah pembukaan dari UUD 1945 maka sama halnya membubarkan negara Indonesia. Seluruh perubahan maupun produk hukum di Indonesia haruslah didasarkan pada pokok-pokok pikiran yang yang tertuang dalam Pancasila yang hakikatnya merupakan cita-cita hukum dan merupakan esensi dari sila-sila Pancasila.
Dasar yuridis Pancasila sebagai reformasi hukum adalah Tap No.XX/MPRS/1966, yang menyatakan bahwa Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, yang berarti sebagai sumber produk serta proses penegakan hukum yang harus senantiasa bersumber pada nila-nilai Pancasila dan secara eksplisit dirinci tata urutan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila.
c.       Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Pelaksanaan Hukum
Dalam suatu negara apapun baiknya suatu peraturan perundang-undangan namun tidak disertai dengan jaminan pelaksanaan hukum yang baik, niscahya reformasi hukum akan menjadi sia-sia. Reformasi pada dasarnya untuk mengembalikan hakikat dan fungsi negara pada tujuan semula yaitu melindungi seluruh bangsa dan seluruh tumpah darah.
Pelaksanaan perundang-undangan harus mendasarkan pada terwujudnya atas jaminan bahwa dalam suatu negara kekuasaan adalah ditangan rakyat. Pelaksanaan hukum pada masa reformasi ini harus benar-benar dapat mewujudkan negara demokratis dengan suatu supremasi hukum. Artinya pelaksanaan hukum harus mampu mewujudkan jaminan atas terwujudnya keadilan. Jaminan atas terwujudnya keadilan bagi setiap warga negara yang meliputi seluruh unsur keadilan baik keadilan distributif, keadilan komutatif, serta keadilan legal. Konsekuensinya dalam pelaksanaan hukum aparat penegak hukum terutama pihak kejaksaan adalah sebagai ujung tombaknya sehingga harus benar-benar bersih dari praktek KKN.

2.5.  Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik
Nilai demokrasi politik sebagaimana terkandung dalam Pancasila sebagai fondasi bangunan negara yang dikehendaki oleh para pendiri negara kita dalam kenyataannya tidak dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai yang ada dalam Pancasila. Nilai demokrasi tersebut secara normatif terjabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945 yaitu pasal 1 ayat (2) menyatakan:
“Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan rakyat”.
Pasal 2 ayat (2)menyatakan:
“Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang telah ditetapkan dengan undang-undang”.
Pasal 5 ayat (1) menyatakan:
“Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”.
Pasal 6 ayat (2) menyatakan:
“Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan rakyat dengan suara terbanyak”.
Prinsip-prinsip demokrasi yang terkandung dalam UUD 1945 bilamana kita kembalikan pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila maka kedaulatan tertinggi negara adalah ditangan rakyat. Rakyat merupakan asal mula kekuatan negara. Oleh karena itu paradigma ini harus menjadi dasar pijak dalam reformasi politik.
Untuk melakukan reformasi atas sistem politik harus melalui pada reformasi undang-undang yang mengatur sistem politik tersebut, dengan tetap mendasarkan pada paradigma nilai-nilai kerakyatan sebagaimana terkandung dalam Pancasila.
 Susunan keanggotaan MPR sebagaimana termuat dalam undang-undang politik No.2/1985 tersebut jelas tidak demokratis dan tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasila bahwa kedaulatan adalah ditangan rakyat sebagai tertuang dalam semangat UUD 1945. Berdasarkan kenyataan susunan keanggotaan MPR, DPR dam DPRD maka rakyat bertekad menyusun melakukan reformasi dengan mengubah sistem politik tersebut melalui sidang istimewa MPR tahun 1998 Undang-undang no.4 Tahun 1999 yang mengatur tentang susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD.
Perubahan yang telah dilakukan antara lain Pasal 2 ayat (2) yang menyatakan bahwa jumlah anggota MPR sebanyak 700 orang. Anggota DPR hasil pemilu sebanyak 500 orang. Utusan daerah sebanyak 135 orang, yaitu 5 orang dari setiap Daerah Tingkat 1. Utusan golongan sebanyak 65 orang. Kemudian perubahan yang mendasar berikutnya adalah pada pasal 2 ayat (3) yaitu utusan daerah dipillih oleh DPR, dan sebagaimana diketahui bahwa DPR adalah merupakan hasil pemilu jadi bersifat demokratis.
Susunan Keanggotaan DPR:
Perubahan atas isi keanggotaan DPR tertuang dalam Undang-undang No.4 Pasal 11 sebagai berikut:
Pasal 4 ayat (2) menyatakan keanggotaan DPR terdiri atas:
a.  Anggota partai politik hasil pemilu
b.  Anggota ABRI yang diangkat
Pasal 11 ayat (3) menyatakan keanggotaan DPR terdiri atas:
a.  Anggota partai politik hasil pemilu sebanyak 462 orang
b.  Anggota ABRI yang diangkat sebanyak 38 orang.

Susunan Keanggotaan DPRD Tingkat I:
Reformasi atas Undang–undang politik  yang mengatur Susunan Keanggotaan DPRD Tingkat I, tertuang dalam undang-undang politik No.4 Tahun 1999, sebagai berikut:
Pasal 18 ayat (1) bahwa pengisian anggota DPRD dilakukan melalui pemilu dan pengankatan
Pasal 18 ayat (2) menyatakan bahwa DPRD I terdiri atas:
a.  Anggota partai politik hasil pemilihan umum
b.  Anggota ABRI yang diangkat
Pasal 18 ayat (3) menyatakan bahwa sejumlah anggota DPRD I ditetapkan sekurang-kurangnya 45 orang dan sebanyak-banyaknya 100 orang termasuk 10% anggota ABRI yang diangkat.

Susunan Keanggotaan DPRD II:
Reformasi atas susunan keanggotaan DPRD II tertuang dalam Undang-undang Poitik No.4 Tahun 1999, sebagai berikut:
Pasal 25 ayat (1) menyatakan pengisian anggota DPRD II dilakukan berdasarkan hasil Pemilihan Umum dan pengangkatan.
Pasal 25 ayat (2) menyatakan DPRD II terdiri atas:
a.  Anggota partai politik hasil pemilihan umum
b.  Anggota ABRI yang diangkat
Pasal 25 ayat (3) menyatakan bahwa sejumlah anggota DPRD II ditetapkan sekurang-kurangnya 20 orang dan sebanyak-banyaknya 45 orang termasuk 10% anggota ABRI yang diangkat.
Demi terwujudnya supra struktur yang benar-benar demokratis dan spiratif maka sangat penting untuk dilakukan penataan kembali infra struktur politik, terutama tentang partai politik. Dalam undang-undang ditentukan bahwa partai politik dan golomgan karya hanya meliputi tiga macam yaitu, Partai Paersatuan Penbangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Pada masa orde baru keberadaan infra struktur tersebut masih diseragamkan dengan asa tunggal Pancasila, sehingga secara politis kehidupan yang demikian ini akan mematikan proses demokratisasi dalam kehidupan negara.
Adapun ketentuan yang mengatur tentang partai politik diatur dalam Undang-undang No.2 Tahun 1999 tentang partai politik yang lebih demokratis dan memberikan kebebasan serta keleluasaan untuk menyalurkan aspirasinya. Berdasarkan ketentuan UU  tersebut warga negara diberi kebebasan untuk membentuk partai politik untuk menyalurkan aspirasi politiknya. Atas ketentuan UU tersebut maka bermunculanlah partai politik di era reformasi ini yang mencapai 114 partai politik.
Pelaksanaan pemilu juga dilakukan perubahan dan diatur dalam Undang-undang No.3 Tahun 1999 tentang pemilihan umum. Ketentuan Undang-undang No.3 Tahun 1999, Bab III Pasal 8, dijelaskan bahwa penyelenggara pemilihan umum dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bebas dan mandiri, yang terdiri atas unsur partai-partai politik pesertapemilihan umum dan unsur pemerintah yang bertanggung jawab kepada Presiden.
Pancasila dan UUD 1945 beserta pembukaan UUD 1945 ditetapkan kehidupan demokrasi dan kemakmuran dijadikan sebagai kerangka dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam praktek plaksanaannya ternyata berbeda dengan nilai Pancasila serta semangat dalam UUD 1945. Kondisi yang demikian ini tidak menumbuhkan kehidupan politik yang demokratis karena penguasa senantiasa memperkokoh kekuasaaannya dengan berlindung dibalik ideologi Pancasila.
Oleh karena itu reformasi kehidupan politik agar benar-benar demokratis dilakukan dengan jalan revitalisasi ideologi Pancasila, yaitu dengan mengembalikan pancasila pada kedudukan serta fungsi yang sebenarnya sebagaimana dikehendaki oleh para pendiri negara yang tertuang dalam UUD 1945. Reformasi kehidupan pilitik juga dilakukan dengan meletakkan cita-cita kehidupan kenegaraan dan kebangsaan dalam satu kesatuan waktu yaitu nilai masa lalu, masa kini dan kehidupan masa yang akan datang.

2.6.  Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi
Kebijaksanaan yang selama ini diterapkan hanya mendasarkan pada pertumbuhan dan mengabaikan prinsip nilai kesejahteraan bersama seluruh bangsa, dalam kenyataannya hanya menyentuh kesejahteraan sekelompok kecil orang bahkan penguasa. Tidak terwujudnya pelembagaan proses politik yang demokratis, mengakibatkan hubungan pribadi merupakan mekanisme utama dalam hubungan sosial, politik, dan ekonomi dalam suatu negara. Kelemahan atas sistem hubungan kelembagaan demokratis tersebut memberikan peluang bagi tumbuh berkembangnya hubungan antara penguasa politik dengan pengusaha, bahkan antara birokrat dengan pengusaha (Sanit, 1999: 85). Terlebih lagi karena lemahnya sistem kontrol kelembagaan berkembang pula penguasa sekaligus sebagai pengusaha, yang didasarkan atas birokrasi dan wibawa keluarga pengusaha.
Kondisi yang demikian ini jelas tidak mendasarkan atas nilai-nilai pancasila yang meletakkan kemakmuran pada paradigma demi kesejahteraan seluruh bangsa. Bangsa sebagai unsur pokok serta subyek dalam Negara yang merupakan penjelmaan sifat kodrat manusia individu makhluk sosial, adalah adalah sebagai satu keluarga bangsa. Oleh karena itu perubahan dan pengembangan ekonomi harus diletakkan pada peningkatan harkat martabat serta kesejahteraan seluruh bangsa sebagai satu keluarga. Sistem ekonomi yang berbasis pada kesejahteraan rakyat menurut Moh. Hatta, adalah merupakan pilar (soko guru) ekonomi Indonesia.
Sistem ekonomi Indonesia pada masa orde baru bersifat “birokratik otoritarian” yang ditandai dengan pemusatan kekuasaan dan partisipasi dalam membuat keputusan-keputusan  nasional hampir sepenuhnya berada ditangan penguasa bekerja sama dengan kelompok militer dan kaum teknokrat. Adapun kelompok pengusaha oligopostik didukung oleh pemerintah bekerja sama dengan masyarakat bisnis internasional, dan terlebih lagi kuatnya pengaruh otoritas kekuasaan keluarga pejabat Negara termasuk presiden (William Liddle, 1995: 74).
Kebijaksanaan ekonomi yang selama ini diterapkan yanga hanya mendasarkan pada pertumbuhan dan mengabaikan prinsip nilai kesejahteraan barsama seluruh bangsa, dalam kenyataannya hanya menyentuh kesejahteraan sekelompok kecil orang bahkan pengusaha. Pada era ekonomi global dewasa ini dalam kenyataannya tidak mampu bertahan. krisis ekomoni yang terjadi di dunia dan melanda Indonesia mengakibatkan ekonomi Indonesia terpuruk, sehingga kepailitan yang diderita oleh para pengusaha harus ditanggung oleh rakyat.
Dalam kenyataannya sektor ekonomi yang justru mampu bertahan pada masa krisis dewasa ini adalah ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang berbasis pada usaha rakyat. Oleh karena itu, rekapitalisasi pengusaha pada masa krisi dewasa ini sama halnya dengan rakyat banyak membantu pengusaha yang sedang terpuruk.
Langkah yang strategis dalam upaya melakukan reformasi ekonomi yang berbasis pada ekonomi rakyat yang berdasarkan nilai-nilai pancasila yang mengutamakan kesejahteraan seluruh bangsa adalah sebagai berikut:

a.                   Keamanan pangan dan mengembalikan kepercayaan, yaitu dilakukan dengan “social safety net” yang dipopulerkan dengan program jaringan pengaman sosial (JPS). Sementara untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah, maka pemerintah harus secara konsisten menghapuskan KKN, serta mengadili bagi oknum pemerintah masa orde baru yang melakukan pelanggaran. Hal ini akan memberikan kepercayaan dan usaha.

b.    Program rehabilitasi dan pemulihan ekonomi. Upaya ini dilakukan dengan menciptakan    kondisi kepastian usaha, yaitu dengan diwujudkannya perlindungan hukum serta undang-undang persaingan yang sehat. Untuk itu pembenahan dan penyehatan dalam sektor
perbankan menjadi prioritas utama, karena perbankan merupakan jantung perekonomian.

c.   Transformasi struktur, yaitu guna memperkuat ekonomi rakyat maka perlu diciptakan sistem untuk mendorong percepatan perubahan struktural (structural transformation). Transformasi struktural ini meliputi proses perubahan dari ekonomi tradisional ke ekonomi modern, dari ekonomi lemah ke ekonomi yang tangguh, dari ekonomi sistem ke ekonomi pasar, dari ketergantungan kepada kemandirian, dari orientasi dalam negeri ke orientasi ekspor (Nopirin, 1999:4) dengan sendirinya interviensi birokrat pemerintahan yang ikut dalam proses ekonomi melalui monopoli demi kepentingan pribadi harus segera diakhiri. Dengan sistem ekonomi yang mendasarkan nilai pada upaya terwujudnya kesejahteraan seluruh bangsa maka peningkatan kesejahteraan akan dirasakan oleh sebagian besar rakyat, sehingga dapat mengurangi kesenjangan ekonomi.

Tidak hanya itu, agar terwujudnya kesejahteraan seluruh bangsa maka pemerintah juga memberikan kebijakan ekonomi seperti:
a.     Kebijakan ekonomi makro
Kebijaksanaan ekonomi makro yang telah dilaksanakan pemerintah dalam upaya menekan laju inflasi dan memperkuat nilai tukar rupiah terhadap valuta asing adalah melalui kebijaksanaan moneter yang ketat disertai anggaran berimbang, dengan membatasi devisa anggaran sampai pada tingkat yang dapat diimbangi dengan tambahan dana dari luar negeri. Kebijaksanaan moneter yang ketat dengan tingkat bunga yang tinggi selain dimaksudkan untuk menekan laju inflasi dan memperkuat nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, dengan menahan naiknya permintaan anggaran, juga untuk mendorong masyarakat meningkatkan tabungan di sektor perbankan. Meskipun demikian pemerintah menyadari sepenuhnya bahwa tingkat bunga tinggi dapat menjadi salah satu faktor terpenting yang akan berdampak negatif terhadap kegiatan ekonomi atau bersifat kontraktif terhadap perkembangan PDB. Oleh karena itu tingkat bunga yang tinggi tidak akan selamanya dipertahankan, tetapi secara bertahap akan diturunkan pada tingkat yang wajar seiring dengan menurunnya laju inflasi.
b.    Kebijakan ekonomi mikro
Kebijaksanaan ekonomi mikro yang ditempuh pemerintah, ditujukan, antara lain:

1.      Untuk mengurangi dampak negatif dari krisis ekonomi terhadap kelompok penduduk berpendapatan rendah dikembangkannya jaring pengaman sosial yang meliputi program penyediaan kebutuhan pokok dengan harga terjangkau, mempertahankan tingkat pelayanan pendidikan dan kesehatan pada tingkat sebelum krisis serta penanganan pengangguran dalam upaya mempertahankan daya beli kelompok masyarakat berpendapatan rendah.

2.      Menyehatkan sistem perbankan dan memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap keberadaan lembaga perbankan.
3.      Merestrukturisasi hutang luar negeri. mereformasi struktural di sektor riil, agar perekonomian, terutama sektor riil dapat berkembang lebih efisien, pemerintah melancarkan berbagai program reformasi struktural. Reformasi struktural di sektor riil mencakup:
a.       Penghapusan berbagai praktek monopoli,

b.    Deregulasi dan debirokratisasi di berbagai bidang, termasuk bidang perdagangan dalam dan luar negeri dan bidang investasi.

c.     Privatisasi BUMN. Meskipun perekonomian nasional sebelum krisis ekonomi mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, tetapi ternyata terdapat kelemahan-kelemahan, antara lain, adanya praktek-praktek monopoli di berbagai bidang usaha. Dengan praktek-praktek monopoli telah terjadi konsentrasi kekuatan pasar hanya pada satu atau beberapa pelaku usaha, sehingga kegiatan produksi, distribusi menjadi tidak efisien dan secara lebih luas daya saing perekonomian nasional menjadi lemah.

d.    Mendorong ekspor. permintaan dalam negeri yang menurun, maka wahana untuk memulihkan kembali perekonomian Indonesia adalah melalui promosi ekspor. Tambahan pula dengan nilai tukar rupiah yang terdepresiasi tinggi dewasa ini, Indonesia makin memiliki daya saing dalam barang ekspor yang padat karya dan padat kekayaan alam. Namun peningkatan ekspor dewasa ini dihadapkan kepada beberapa kendala, yakni keengganan pihak luar negeri membeli barang Indonesia, ketiadaan bahan baku, serta hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan ekspor, seperti misalnya operasi pelabuhan,kecepatan  kerja,bea dan cukai,dan administrasi perpajakan.



BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Pancasila berperan penting bagi kehidupan barbangsa dan bernegara, dimana harus didasari oleh kehidupan tatanan Negara seperti politik, ekonomi, budaya, hukum dan antar umat beragama. Jadi, kita sebagai mahasiswa pencetus terjadinya reformasi, mari kita tunjukan pada dunia bahwa kita mampu dalam merealisasikan semua cita-cita dan tujuan dasar dari reformasi. Akan tetapi disamping itu, perlu kita sadari juga bahwasanya kita merupakan mahasiswa sebagai tonggak dari penjunjung tinggi hak asasi manusi masihlah belum maksimal kinerjanya untuk hal yang disebutkan diatas. Maka, dari detik ini, kita sebagai generasi bangsa haruslah benar-benar menanamkan nilai-nilai pancasila dalam setiap prilaku kita. Dimanapun, dan pada siapapun.

3.2. Saran
Kami selaku penulis menyadari bahwa makalah kami ini belum begitu sempurna dan masih terdapat banyak kesalahan baik dari segi prnulisan maupun isinya. Olehkarna itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi kesempurnaan dari makalah ini.





DAFTAR PUSTAKA

Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Jogyakarta: Paradigma, Edisi Reformasi.

Komalasari, Kokom. 2007. Pendidikan Pancasila. Jakarta: Lentera Cendekia.
“Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi”


Syarbani, Syahrial. 2004. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar