BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Paradigma
yaitu sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas serta arah dan
tujuan dari suatu perkembangan.
Reformasi
adalah mengembalikan tatanan kenegaraan kearah sumber nilai yang merupakan platform
kehidupan bersama bangsa Indonesia, yang selama ini diselewengakan demi
kekuasaan sekelompok orang, baik pada masa orde lama maupun orde baru. Proses
reformasi harus memiliki platform dan sumber nilai yang jelas dan
merupakan arah, tujuan, serta cita-cita yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam
pancasila sebagaimana tujuan awal ideal para pendiri bangsa terdahulu.
Dalam
makalah ini akan dibahas tentang pancasila sebagai paradigma reformasi secara
lebih lengkap.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat
ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1)
Apa itu paradigma reformasi ?
2)
Jelaskan tentang pancasila sebagai
paradigma reformasi ?
3)
Jelaskan tentang Pancasila sebagai
Paradigma Reformasi Hukum ?
4)
Jelaskan tentang Pancasila sebagai
Paradigma Reformasi Politik ?
5)
Jelaskan tentang Pancasila sebagai
Paradigma Reformasi Ekonomi ?
1.3. Tujuan Penulisan
Segala sesuatu
yang dilakukan pasti memiliki tujuan, adapun tujuan dalam penyusunan makalah
ini adalah untuk mengetahui:
1)
Pengertian dari paradigma reformasi
2)
pancasila sebagai paradigma
reformasi
3)
Pancasila sebagai Paradigma
Reformasi Hukum
4)
Pancasila sebagai Paradigma
Reformasi Politik
5)
Pancasila sebagai Paradigma
Reformasi Ekonomi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Paradigma
Paradigma yaitu sumber nilai, kerangka pikir,
orientasi dasar, sumber asas serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan,
perubahan serta proses dalam suatu bidang tertentu termasuk dalam bidang
reformasi.
2.2.
Pengertian Reformasi
Pengertian Reformasi
secara etimologis berasal dari kata reformation dari akar kata reform,
sedangkan secara harafiah reformasi mempunyai pengertian suatu gerakan yang
memformat ulang, menata ulang, menata kembali hal-hal yang menyimpang, untuk
dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal
yang dicita- citakan rakyat. Reformasi juga diartikan pembaharuan dari
paradigma, pola lama ke paradigma, pola baru untuk menuju ke kondisi yang lebih
baik sesuai dengan harapan.
Reformasi
secara umum bararti perubahan terhadap suatu system yang telah ada pada suatu
masa. Di Indonesia, kata Reformasi umumnya merujuk pada gerakan mahasiswa pada
tahun1998 yang menjatuhkan kekuasaan presiden Soeharta atau era setelah Orde
baru. Kendati demikan, Kata Reformasi sendiri pertama-tama muncul dari gerakan
pembaruan di kalangan Gereja Kristen di Eropa Barat pada abad ke-16,yang
dipimpin oleh Marti luther, Ulrich Zwingli, Yohanes Calvin, dll.
Reformasi
adalah mengembalikan tatanan kenegaraan kearah sumber nilai yang merupakan platform
kehidupan bersama bangsa Indonesia, yang selama ini diselewengakan demi
kekuasaan sekelompok orang, baik pada masa orde lama maupun orde baru. Proses
reformasi harus memiliki platform dan sumber nilai yang jelas dan
merupakan arah, tujuan, serta cita-cita yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam
pancasila sebagaimana tujuan awal ideal para pendiri bangsa terdahulu.
Suatu
gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat:
1. Suatu gerakan reformasi dilakukan karena
adanya suatu penyimpangan- penyimpangan. Masa pemerintahan Orba banyak terjadi
suatu penyimpangan misalnya asas kekeluargaan menjadi “nepotisme”, kolusi dan
korupsi yang tidak sesuai dengan makna dan semangat UUD 1945.
2. Suatu
gerakan reformasi dilakukan dengan berdasar pada suatu kerangka struktural
tertentu, dalam hal ini Pancasila sebagai ideologi bangsa dan Negara Indonesia.
Jadi reformasi pada prinsipnya suatu gerakan untuk mengembalikan kepada dasar
nilai- nilai sebagaimana yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia.
3. Gerakan
reformasi akan mengembalikan pada dasar serta sistem Negara demokrasi, bahwa
kedaulatan adalah di tangan rakyat, sebagaimana terkandung dalam pasal 1 ayat
(2). Reformasi harus melakukan perubahan kea rah sistem Negara hukum dalam
penjelasan UUD 1945, yaitu harus adanya perlindungan hak-hak asasi manusia,
peradilan yang bebas dari penguasa, serta legalitas dalam arti hukum. Oleh
karena itu reformasi sendiri harus berdasarkan pada kerangka dan kepastian
hukum yang jelas.
4. Reformasi
dilakukan kearah suatu perubahan kearah kondisi serta keadaan yang lebih baik,
perubahan yang dilakukan dalam reformasi harus mengarah pada suatu kondisi
kehidupan rakyat yang lebih baik dalam segala aspek, antara lain bidang
politik, ekonomi, sosial, budaya, serta kehidupan keagamaan.
5. Reformasi
dilakukan dengan suatu dasar moral dan etika sebagai manusia yang Berketuhanan
Yang Maha Esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.
2.3. Pancasila sebagai Paradigma
Reformasi
Pada saat gerakan reformasi terjadi pada Indonesia,
banyak politik yang menjalakan tugasnya secara menyimpang dan tidak bertanggung
jawab dengan menggunakan hasil masyarakat Indonesia atau dengan kata lain melakukan
tindakan korupsi (KKN). Indonesia berusaha dan ingin mengadakan suatu gerakan
perubahan, yakni dengan menghayati, meyakini, dan mengamalkan kembali kehidupan
berbangsa dan bernegara agar terwujudnya masyarakat yang adil, makmur, dan
sejahtera, masyarakat bermartabat kemanusiaan dan cinta tanah air yang
menghargai hak-hak asasi manusia, masyarakat yang demokratis bermoral religius
dan beradab.
Kenyataan yang terjadi, gerakan reformasi dimanfaatkan
oleh para elit politik demi memperoleh kekuasaannya, sehingga tidak
mengherankan bila banyak terjadi perbenturan kepentingan pribadi politik
tersebut. Gerakan reformasi ini membuat bangsa Indonesia, semakin sengsara dan
berdampak pada social, politik, ekonomi terutama kemanusiaan. Berbagai gerakan
muncul disertai dengan akibat tragedi kemanusiaan yang banyak menelan korban
jiwa penerus bangsa sebagai rakyat kecil yang tidak berdosa dan mendambakan
perdamaian, ketentraman, dan kesejahteraan.
Kondisi ekonomi semakin menyedihkan, banyak perusahaan
atau perbankan mengalami kebangkrutan yang tidak lain akan menyebabkan PHK dan
pengangguran secara besar-besaran terjadi. Rakyat benar-benar merintih dan
menjerit yang kehidupan kesehariannya sangat memprihatinkan karena kesulitan
untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari. Namun dalam hal ini kalangan elit
politik serta pelaku politik seakan menutup kedua telinga mereka tanpa
mempedulikan kesengsaraan mereka.
Namun bangsa Indonesia masih memiliki sebuah keyakinan
akan nilai-nilai yang berakar dari pandangan hidup bangsa Indonesia sendiri,
yaitu nilai-nilai pancasila. Reformasi adalah menata kehidupan bangsa dan
negara dalam suatu sistem negara di bawah nilai-nilai Pancasila, bukan
menghancurkan dan membubarkan bangsa dan negara Indonesia. Reformasi yang
dilakukan bangsa Indonesia tidak akan menghancurkan nilai-nilai Pancasila itu
sendiri. Bahkan pada hakikatnya reformasi adalah mengembalikan tatanan
kenegaraan ke arah yang sumber nilai yang merupakan sebuah panggung kehidupan
bersama bangsa Indonesia, yang selama ini diselewengkan demi kekuasaan
sekelompok orang, baik pada masa orde lama maupun masa orde baru.
Menurut landasan historisnya, sumber nilai serta
sumber norma yang fundamental dari negara Indonesia yaitu Pancasila, yang
mempunyai nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan
serta ada secara objektif dan melekat pada bangsa Indonesia sebagai pandangan
hidup bangsa Indonesia. Maka dalam kehidupan politik yang sedang melakukan
reformasi bukan berarti akan mengubah cita-cita, dasar nilai, serta pandangan
hidup bangsa melainkan menata kembali dalam suatu platform yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila dalam berbagai
segala bidang reformasi, antara lain dalam bidang hukum, politik, ekonomi,
serta bidang-bidang lainya. Sebuah reformasi harus memiliki tujuan, dasar,
cita-cita serta platform yang jelas
bagi bangsa Indonesia nilai-nilai Pancasila itulah yang merupakan paradigma
Reformasi.
1. Gerakan Reformasi
Pada pelaksanaan GBHN 1998 pada PJP II Pelita ke tujuh
ini, bangsa Indonesia menghadapi krisis ekonomi yang hebat, sehingga
menyebabkan stabilitas ekonomi makin ambruk
dan menyebar luasnya tindakan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme pada hampir semua
instansi pemerintahan serta penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang para petinggi
negara yang membuat rakyat semakin menderita.
Pancasila yang pada dasarnya sebagai sumber nilai,
dasar moral etik bagi negara dan aparat pelaksana negara digunakan sebagai alat
legitimasi politik, semua tindakan dan kebijakan mengatasnamakan Pancasila,
kenyataannya tindakan dan kebijakan tersebut sangat bertentangan dengan
Pancasila.
Klimaks dari keadaan tersebut ditandai dengan
hancurnya ekonomi nasional, sehingga muncullah gerakan masyarakat yang dipelopori
oleh mahasiswa, cendekiawan dan masyarakat sebagai gerakan moral politik yang
menuntut adanya Reformasi di segala
bidang terutama bidang hukum, politik, ekonomi, dan pembangunan.
Awal dari gerakan Reformasi bangsa Indonesia, yakni
dengan mundurnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian
digantikan oleh Prof. Dr. B.J Habibie. Kemudian diikuti dengan pembentukan
Kabinet Reformasi Pembangunan. Dalam pemerintahan Habibie, melakukan reformasi
secara menyeluruh terutama pengubahan pada 5 paket UU. Politik tahun 1985,
kemudian diikuti dengan reformasi ekonomi yang menyangkut perlindungan hukum
sehingga perlu diwujudkan UU Anti
Monopoli, UU Persaingan Sehat, UU Kepailitan, UU Usaha Kecil, UU Bank Sentral,
UU Perlindungan Konsumen, UU Perlindungan Buruh, dan lain sebagainya (Nopirin
dalam Kaelan, 1998:1). Dan dengan demikian, reformasi harus juga diikuti
reformasi hukum bersama aparat penegaknya serta reformasi pada pemerintahan.
Susunan DPR dan MPR harus mengalami reformasi yang dilakukan
melalui Pemilu. Reformasi terhadap UU Politik harus dapat menjadikan para elit
politik dan pelaku politik bersifat demokratis, yang mau mendengar penderitaan
masyarakat dan mampu menjalankan tugasnya dengan benar.
a.
Gerakan
Reformasi dan Ideologi Pancasila
Dalam kenyataannya, bangsa Indonesia telah salah
mengartikan makna dari sebuah kata Reformasi,
yang saat ini menimbulkan gerakan yang mengatas namakan Reformasi, padahal
gerakan tersebut tidak sesuai dengan pengertian dari Reformasi. Contohnya, saat
masyarakat hanya bisa menuntut dan melakukan aksi-aksi anarkis yang pada
akhirnya terjadilah pengerusakan fasilitas umum, sehingga menimbulkan korban
yang tak bersalah. Oleh karena itu dalam melakukan gerakan reformasi,
masyarakat harus tahu dan paham akan pengertian dari reformasi itu sendiri,
agar proses menjalankan reformasi sesuai dengan tujuan reformasi tersebut.
Secara harfiah reformasi memiliki makna yaitu suatu
gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang
untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai
ideal yang dicita-citakan rakyat (Riswanda dalam Kaelan, 1998).
b.
Pancasila
sebagai Dasar Cita-cita Reformasi
Pancasila merupakan dasar filsafat negara Indonesia, sebagai
pandangan hidup bangsa Indonesia, namun ternyata Pancasila tidak diletakkan
pada kedudukan dan fungsinya. Pada masa orde lama pelaksanaan negara mengalami
penyimpangan dan bahkan bertentangan dengan Pancasila. Presiden seumur hidup
yang bersifat diktator. Pada masa orde baru, Pancasila hanya sebagai alat
politik oleh penguasa. Setiap warga yang tidak mendukung kebijakan penguasa
dianggap bertentangan dengan Pancasila.
Oleh karena itu, gerakan reformasi harus dimasukkan
dalam kerangka Pancasila, sebagai landasan cita-cita dan ideologi negara
Indonesia, agar tidak terjadi anarkisme yan menyebabkan hancurnya bangsa dan negara Indonesia.
2.4. Pancasila sebagai Paradigma
Reformasi Hukum
Dalam era reformasi akhir-akhir ini seruan dan
tuntutan rakyat terhadap pembaharuan hukum sudah merupakan suatu keharusan
karena proses reformasi yang melakukan penataan kembali tidak mungkin dilakukan
tanpa melakukan perubahan-perubahan terhadap peraturan perundang-undangan.
Kerusakan subsistem hukum yang terjadi pada masa orde baru yang sangat
menentukan dalam berbagai bidang misalnya politik, ekonomi, dan bidang lainnya
maka bangsa Indonesia ingin melakukan suatu reformasi, menata kembali kerusakan
subsistem yang mengalami kerusakan tersebut.
a.
Pancasila
sebagai Sumber Nilai Perubahan Hukum
Pancasila merupakan cita-cita hukum, kerangka
berpikir, sumber nilai serta sumber arah penyusunan dan perubahan hukum positif
di Indonesia. Pancasila berfungsi sebagai paradigma hukum terutama dalam
kaitannya berbagai macam upaya perubahan hukum, atau Pancasila harus merupakan
paradigma dalam suatu pembaharuan hukum. Agar hukum berfungsi sebagai pelayanan
kebutuhan masyarakat maka hukum harus senantiasa diperbaharui agar aktual atau
sesuai dengan keadaan serta kebutuhan masyarakat yang dilayaninya dan dalam
pembaharuan hukum yang terus menerus tersebut Pancasila harus tetap sebagai
kerangka berpikir, sumber norma dan sumber nilai-nilainya.
Pancasila dapat memenuhi fungsi konstitutif maupun
fungsi regulatif. Dengan fungsi regulatifnya Pancasila menentukan dasar suatu
tata hukum yang memberi arti dan makna bagi hukum itu sendiri sehingga tanpa
dasar yang diberikan oleh Pancasila maka hukum akan kehilangan arti dan
maknanya itu sendiri.
Sumber hukum meliputi dua macam pengertian. Pertama,
sumber formal hukum, yaitu sumber hukum ditinjau dari bentuk dan tata cara
penyusunan hukum. Kedua, sumber material hukum, yaitu suatu sumber hukum yang
menentukan materi atau suatu isi suatu norma hukum. Pancasila menentukan isi
dan bentuk peraturan perundang-undangan Indonesia yang tersusun secara
hierarkis. Selain sumber yang terkandung dalam Pancasila reformasi dan
pembaharuan hukum juga harus bersumber pada kenyataan empiris yang ada dalam
masyarakat terutama dalam wujud aspirasi-aspirasi yang dikehendakinya. Oleh
karena itu, dalam reformasi hukum dewasa ini selain Pancasila sebagai paradigma
pembaharuan hukum yang merupakan sumber norma dan sumber nilai, terdapat unsur
pokook yang justru tidak kalah pentingnya yaitu kenyataan empiris yang ada dalam
masyarakat.
b.
Dasar Yuridis Reformasi Hukum
Reformasi hukum harus konsepsional dan konstitusional,
sehingga reformasi hukum memiliki landasan dan tujuan yang jelas. Dalam upaya
reformasi hukum dewasa ini telah banyak
dilontarkan beerbagai macam pendapat tentang aspek apa saja yang dapat
dilakukan dalam perubahan hukum di Indonesia, bahkan telah banyak usulan untuk
perlunya amandemen atau kalau perlu perubahan secara menyeluruh terhadap
pasal-pasal UUD 1945. Berdasarkan
banyaknya aspirasi yang berkembang cenderung ke arah adanya amandemen terhadap
pasal-pasal UUD 1945 bukannya perubahan secara menyeluruh namun hendaklah
dipahami secara obyektif bahwa bilamana terjadi perubahan seluruh UUD 1945 maka
hal itu tidak menyangkut perubahan terhadap pembukaan UUD 1945, karena
pembukaan UUD 1945 berkedudukan sebagai pokok kaidah negara yang fundamental.
Oleh karena itu, apabila merubah pembukaan dari UUD 1945 maka sama halnya
membubarkan negara Indonesia. Seluruh perubahan maupun produk hukum di
Indonesia haruslah didasarkan pada pokok-pokok pikiran yang yang tertuang dalam
Pancasila yang hakikatnya merupakan cita-cita hukum dan merupakan esensi dari
sila-sila Pancasila.
Dasar yuridis Pancasila sebagai reformasi hukum adalah
Tap No.XX/MPRS/1966, yang menyatakan bahwa Pancasila sebagai sumber dari segala
sumber hukum di Indonesia, yang berarti sebagai sumber produk serta proses
penegakan hukum yang harus senantiasa bersumber pada nila-nilai Pancasila dan
secara eksplisit dirinci tata urutan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia
yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila.
c.
Pancasila
sebagai Paradigma Reformasi Pelaksanaan Hukum
Dalam suatu negara apapun baiknya suatu peraturan
perundang-undangan namun tidak disertai dengan jaminan pelaksanaan hukum yang
baik, niscahya reformasi hukum akan menjadi sia-sia. Reformasi pada dasarnya
untuk mengembalikan hakikat dan fungsi negara pada tujuan semula yaitu
melindungi seluruh bangsa dan seluruh tumpah darah.
Pelaksanaan perundang-undangan harus mendasarkan pada
terwujudnya atas jaminan bahwa dalam suatu negara kekuasaan adalah ditangan
rakyat. Pelaksanaan hukum pada masa reformasi ini harus benar-benar dapat
mewujudkan negara demokratis dengan suatu supremasi hukum. Artinya pelaksanaan
hukum harus mampu mewujudkan jaminan atas terwujudnya keadilan. Jaminan atas
terwujudnya keadilan bagi setiap warga negara yang meliputi seluruh unsur
keadilan baik keadilan distributif, keadilan komutatif, serta keadilan legal.
Konsekuensinya dalam pelaksanaan hukum aparat penegak hukum terutama pihak
kejaksaan adalah sebagai ujung tombaknya sehingga harus benar-benar bersih dari
praktek KKN.
2.5. Pancasila sebagai Paradigma
Reformasi Politik
Nilai demokrasi politik sebagaimana terkandung dalam Pancasila
sebagai fondasi bangunan negara yang dikehendaki oleh para pendiri negara kita
dalam kenyataannya tidak dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai yang ada dalam
Pancasila. Nilai demokrasi tersebut secara normatif terjabarkan dalam
pasal-pasal UUD 1945 yaitu pasal 1 ayat (2) menyatakan:
“Kedaulatan
adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan
rakyat”.
Pasal 2 ayat
(2)menyatakan:
“Majelis
Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut
aturan yang telah ditetapkan dengan undang-undang”.
Pasal 5 ayat
(1) menyatakan:
“Presiden
memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat”.
Pasal 6 ayat
(2) menyatakan:
“Presiden
dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan rakyat dengan suara
terbanyak”.
Prinsip-prinsip demokrasi yang terkandung dalam UUD
1945 bilamana kita kembalikan pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
maka kedaulatan tertinggi negara adalah ditangan rakyat. Rakyat merupakan asal
mula kekuatan negara. Oleh karena itu paradigma ini harus menjadi dasar pijak
dalam reformasi politik.
Untuk melakukan reformasi atas sistem politik harus
melalui pada reformasi undang-undang yang mengatur sistem politik tersebut,
dengan tetap mendasarkan pada paradigma nilai-nilai kerakyatan sebagaimana
terkandung dalam Pancasila.
Susunan
keanggotaan MPR sebagaimana termuat dalam undang-undang politik No.2/1985
tersebut jelas tidak demokratis dan tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasila
bahwa kedaulatan adalah ditangan rakyat sebagai tertuang dalam semangat UUD
1945. Berdasarkan kenyataan susunan keanggotaan MPR, DPR dam DPRD maka rakyat
bertekad menyusun melakukan reformasi dengan mengubah sistem politik tersebut
melalui sidang istimewa MPR tahun 1998 Undang-undang no.4 Tahun 1999 yang
mengatur tentang susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD.
Perubahan yang telah dilakukan antara lain Pasal 2
ayat (2) yang menyatakan bahwa jumlah anggota MPR sebanyak 700 orang. Anggota
DPR hasil pemilu sebanyak 500 orang. Utusan daerah sebanyak 135 orang, yaitu 5
orang dari setiap Daerah Tingkat 1. Utusan golongan sebanyak 65 orang. Kemudian
perubahan yang mendasar berikutnya adalah pada pasal 2 ayat (3) yaitu utusan
daerah dipillih oleh DPR, dan sebagaimana diketahui bahwa DPR adalah merupakan
hasil pemilu jadi bersifat demokratis.
Susunan
Keanggotaan DPR:
Perubahan atas isi keanggotaan DPR tertuang dalam
Undang-undang No.4 Pasal 11 sebagai berikut:
Pasal 4 ayat (2) menyatakan keanggotaan DPR terdiri
atas:
a. Anggota partai politik hasil pemilu
b. Anggota ABRI yang diangkat
Pasal 11 ayat (3) menyatakan keanggotaan DPR terdiri
atas:
a. Anggota partai politik hasil pemilu sebanyak
462 orang
b. Anggota ABRI yang diangkat sebanyak 38 orang.
Susunan
Keanggotaan DPRD Tingkat I:
Reformasi atas Undang–undang politik yang mengatur Susunan Keanggotaan DPRD
Tingkat I, tertuang dalam undang-undang politik No.4 Tahun 1999, sebagai
berikut:
Pasal 18
ayat (1) bahwa pengisian anggota DPRD dilakukan melalui pemilu dan pengankatan
Pasal 18
ayat (2) menyatakan bahwa DPRD I terdiri atas:
a. Anggota partai politik hasil pemilihan umum
b. Anggota ABRI yang diangkat
Pasal 18 ayat (3) menyatakan bahwa sejumlah anggota
DPRD I ditetapkan sekurang-kurangnya 45 orang dan sebanyak-banyaknya 100 orang
termasuk 10% anggota ABRI yang diangkat.
Susunan
Keanggotaan DPRD II:
Reformasi atas susunan keanggotaan DPRD II tertuang
dalam Undang-undang Poitik No.4 Tahun 1999, sebagai berikut:
Pasal 25
ayat (1) menyatakan pengisian anggota DPRD II dilakukan berdasarkan hasil
Pemilihan Umum dan pengangkatan.
Pasal 25 ayat (2) menyatakan DPRD II terdiri atas:
a. Anggota partai politik hasil pemilihan umum
b. Anggota ABRI yang diangkat
Pasal 25 ayat (3) menyatakan bahwa sejumlah anggota
DPRD II ditetapkan sekurang-kurangnya 20 orang dan sebanyak-banyaknya 45 orang
termasuk 10% anggota ABRI yang diangkat.
Demi terwujudnya supra struktur yang benar-benar
demokratis dan spiratif maka sangat penting untuk dilakukan penataan kembali
infra struktur politik, terutama tentang partai politik. Dalam undang-undang
ditentukan bahwa partai politik dan golomgan karya hanya meliputi tiga macam
yaitu, Partai Paersatuan Penbangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar), dan Partai
Demokrasi Indonesia (PDI). Pada masa orde baru keberadaan infra struktur
tersebut masih diseragamkan dengan asa tunggal Pancasila, sehingga secara
politis kehidupan yang demikian ini akan mematikan proses demokratisasi dalam
kehidupan negara.
Adapun ketentuan yang mengatur tentang partai politik
diatur dalam Undang-undang No.2 Tahun 1999 tentang partai politik yang lebih
demokratis dan memberikan kebebasan serta keleluasaan untuk menyalurkan
aspirasinya. Berdasarkan ketentuan UU
tersebut warga negara diberi kebebasan untuk membentuk partai politik
untuk menyalurkan aspirasi politiknya. Atas ketentuan UU tersebut maka
bermunculanlah partai politik di era reformasi ini yang mencapai 114 partai
politik.
Pelaksanaan pemilu juga dilakukan perubahan dan diatur
dalam Undang-undang No.3 Tahun 1999 tentang pemilihan umum. Ketentuan
Undang-undang No.3 Tahun 1999, Bab III Pasal 8, dijelaskan bahwa penyelenggara
pemilihan umum dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bebas dan
mandiri, yang terdiri atas unsur partai-partai politik pesertapemilihan umum
dan unsur pemerintah yang bertanggung jawab kepada Presiden.
Pancasila dan UUD 1945 beserta pembukaan UUD 1945
ditetapkan kehidupan demokrasi dan kemakmuran dijadikan sebagai kerangka dasar
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam praktek plaksanaannya ternyata
berbeda dengan nilai Pancasila serta semangat dalam UUD 1945. Kondisi yang
demikian ini tidak menumbuhkan kehidupan politik yang demokratis karena
penguasa senantiasa memperkokoh kekuasaaannya dengan berlindung dibalik
ideologi Pancasila.
Oleh karena itu reformasi kehidupan politik agar
benar-benar demokratis dilakukan dengan jalan revitalisasi ideologi Pancasila,
yaitu dengan mengembalikan pancasila pada kedudukan serta fungsi yang sebenarnya
sebagaimana dikehendaki oleh para pendiri negara yang tertuang dalam UUD 1945.
Reformasi kehidupan pilitik juga dilakukan dengan meletakkan cita-cita
kehidupan kenegaraan dan kebangsaan dalam satu kesatuan waktu yaitu nilai masa
lalu, masa kini dan kehidupan masa yang akan datang.
2.6. Pancasila sebagai Paradigma
Reformasi Ekonomi
Kebijaksanaan yang selama ini diterapkan hanya
mendasarkan pada pertumbuhan dan mengabaikan prinsip nilai kesejahteraan
bersama seluruh bangsa, dalam kenyataannya hanya menyentuh kesejahteraan
sekelompok kecil orang bahkan penguasa. Tidak terwujudnya pelembagaan proses
politik yang demokratis, mengakibatkan hubungan pribadi merupakan mekanisme
utama dalam hubungan sosial, politik, dan ekonomi dalam suatu negara. Kelemahan
atas sistem hubungan kelembagaan demokratis tersebut memberikan peluang bagi
tumbuh berkembangnya hubungan antara penguasa politik dengan pengusaha, bahkan
antara birokrat dengan pengusaha (Sanit, 1999: 85). Terlebih lagi karena
lemahnya sistem kontrol kelembagaan berkembang pula penguasa sekaligus sebagai
pengusaha, yang didasarkan atas birokrasi dan wibawa keluarga pengusaha.
Kondisi yang demikian ini jelas tidak mendasarkan atas
nilai-nilai pancasila yang meletakkan kemakmuran pada paradigma demi kesejahteraan
seluruh bangsa. Bangsa sebagai unsur pokok serta subyek dalam Negara yang
merupakan penjelmaan sifat kodrat manusia individu makhluk sosial, adalah
adalah sebagai satu keluarga bangsa. Oleh karena itu perubahan dan pengembangan
ekonomi harus diletakkan pada peningkatan harkat martabat serta kesejahteraan
seluruh bangsa sebagai satu keluarga. Sistem ekonomi yang berbasis pada
kesejahteraan rakyat menurut Moh. Hatta, adalah merupakan pilar (soko guru)
ekonomi Indonesia.
Sistem ekonomi Indonesia pada masa orde baru bersifat
“birokratik otoritarian” yang ditandai dengan pemusatan kekuasaan dan
partisipasi dalam membuat keputusan-keputusan
nasional hampir sepenuhnya berada ditangan penguasa bekerja sama dengan
kelompok militer dan kaum teknokrat. Adapun kelompok pengusaha oligopostik
didukung oleh pemerintah bekerja sama dengan masyarakat bisnis internasional,
dan terlebih lagi kuatnya pengaruh otoritas kekuasaan keluarga pejabat Negara
termasuk presiden (William Liddle, 1995: 74).
Kebijaksanaan ekonomi yang selama ini diterapkan yanga
hanya mendasarkan pada pertumbuhan dan mengabaikan prinsip nilai kesejahteraan
barsama seluruh bangsa, dalam kenyataannya hanya menyentuh kesejahteraan
sekelompok kecil orang bahkan pengusaha. Pada era ekonomi global dewasa ini
dalam kenyataannya tidak mampu bertahan. krisis ekomoni yang terjadi di dunia
dan melanda Indonesia mengakibatkan ekonomi Indonesia terpuruk, sehingga
kepailitan yang diderita oleh para pengusaha harus ditanggung oleh rakyat.
Dalam kenyataannya sektor ekonomi yang justru mampu
bertahan pada masa krisis dewasa ini adalah ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi
yang berbasis pada usaha rakyat. Oleh karena itu, rekapitalisasi pengusaha pada
masa krisi dewasa ini sama halnya dengan rakyat banyak membantu pengusaha yang
sedang terpuruk.
Langkah yang strategis dalam upaya melakukan reformasi
ekonomi yang berbasis pada ekonomi rakyat yang berdasarkan nilai-nilai
pancasila yang mengutamakan kesejahteraan seluruh bangsa adalah sebagai
berikut:
a.
Keamanan pangan dan mengembalikan
kepercayaan, yaitu dilakukan dengan “social
safety net” yang dipopulerkan dengan program jaringan pengaman sosial
(JPS). Sementara untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah,
maka pemerintah harus secara konsisten menghapuskan KKN, serta mengadili bagi
oknum pemerintah masa orde baru yang melakukan pelanggaran. Hal ini akan
memberikan kepercayaan dan usaha.
b. Program
rehabilitasi dan pemulihan ekonomi. Upaya ini dilakukan dengan menciptakan kondisi kepastian usaha, yaitu dengan
diwujudkannya perlindungan hukum serta undang-undang persaingan yang sehat.
Untuk itu pembenahan dan penyehatan dalam sektor
perbankan
menjadi prioritas utama, karena perbankan merupakan jantung perekonomian.
c. Transformasi
struktur, yaitu guna memperkuat ekonomi rakyat maka perlu diciptakan sistem
untuk mendorong percepatan perubahan struktural (structural transformation). Transformasi struktural ini meliputi
proses perubahan dari ekonomi tradisional ke ekonomi modern, dari ekonomi lemah
ke ekonomi yang tangguh, dari ekonomi sistem ke ekonomi pasar, dari
ketergantungan kepada kemandirian, dari orientasi dalam negeri ke orientasi
ekspor (Nopirin, 1999:4) dengan sendirinya interviensi birokrat pemerintahan
yang ikut dalam proses ekonomi melalui monopoli demi kepentingan pribadi harus
segera diakhiri. Dengan sistem ekonomi yang mendasarkan nilai pada upaya
terwujudnya kesejahteraan seluruh bangsa maka peningkatan kesejahteraan akan
dirasakan oleh sebagian besar rakyat, sehingga dapat mengurangi kesenjangan
ekonomi.
Tidak hanya
itu, agar terwujudnya kesejahteraan seluruh bangsa maka pemerintah juga
memberikan kebijakan ekonomi seperti:
a.
Kebijakan ekonomi makro
Kebijaksanaan
ekonomi makro yang telah dilaksanakan pemerintah dalam upaya menekan laju
inflasi dan memperkuat nilai tukar rupiah terhadap valuta asing adalah melalui
kebijaksanaan moneter yang ketat disertai anggaran berimbang, dengan membatasi
devisa anggaran sampai pada tingkat yang dapat diimbangi dengan tambahan dana
dari luar negeri. Kebijaksanaan moneter yang ketat dengan tingkat bunga yang
tinggi selain dimaksudkan untuk menekan laju inflasi dan memperkuat nilai tukar
rupiah terhadap valuta asing, dengan menahan naiknya permintaan anggaran, juga
untuk mendorong masyarakat meningkatkan tabungan di sektor perbankan. Meskipun
demikian pemerintah menyadari sepenuhnya bahwa tingkat bunga tinggi dapat
menjadi salah satu faktor terpenting yang akan berdampak negatif terhadap
kegiatan ekonomi atau bersifat kontraktif terhadap perkembangan PDB. Oleh
karena itu tingkat bunga yang tinggi tidak akan selamanya dipertahankan, tetapi
secara bertahap akan diturunkan pada tingkat yang wajar seiring dengan
menurunnya laju inflasi.
b. Kebijakan
ekonomi mikro
Kebijaksanaan
ekonomi mikro yang ditempuh pemerintah, ditujukan, antara lain:
1. Untuk
mengurangi dampak negatif dari krisis ekonomi terhadap kelompok penduduk
berpendapatan rendah dikembangkannya jaring pengaman sosial yang meliputi
program penyediaan kebutuhan pokok dengan harga terjangkau, mempertahankan
tingkat pelayanan pendidikan dan kesehatan pada tingkat sebelum krisis serta
penanganan pengangguran dalam upaya mempertahankan daya beli kelompok
masyarakat berpendapatan rendah.
2. Menyehatkan
sistem perbankan dan memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap keberadaan
lembaga perbankan.
3. Merestrukturisasi
hutang luar negeri. mereformasi struktural di sektor riil, agar perekonomian,
terutama sektor riil dapat berkembang lebih efisien, pemerintah melancarkan
berbagai program reformasi struktural. Reformasi struktural di sektor riil
mencakup:
a.
Penghapusan
berbagai praktek monopoli,
b.
Deregulasi dan debirokratisasi di
berbagai bidang, termasuk bidang perdagangan dalam dan luar negeri dan bidang
investasi.
c.
Privatisasi BUMN. Meskipun
perekonomian nasional sebelum krisis ekonomi mengalami pertumbuhan yang cukup
tinggi, tetapi ternyata terdapat kelemahan-kelemahan, antara lain, adanya
praktek-praktek monopoli di berbagai bidang usaha. Dengan praktek-praktek
monopoli telah terjadi konsentrasi kekuatan pasar hanya pada satu atau beberapa
pelaku usaha, sehingga kegiatan produksi, distribusi menjadi tidak efisien dan
secara lebih luas daya saing perekonomian nasional menjadi lemah.
d.
Mendorong ekspor. permintaan dalam
negeri yang menurun, maka wahana untuk memulihkan kembali perekonomian
Indonesia adalah melalui promosi ekspor. Tambahan pula dengan nilai tukar
rupiah yang terdepresiasi tinggi dewasa ini, Indonesia makin memiliki daya saing
dalam barang ekspor yang padat karya dan padat kekayaan alam. Namun peningkatan
ekspor dewasa ini dihadapkan kepada beberapa kendala, yakni keengganan pihak
luar negeri membeli barang Indonesia, ketiadaan bahan baku, serta hal-hal yang
berhubungan dengan pelaksanaan ekspor, seperti misalnya operasi
pelabuhan,kecepatan kerja,bea dan cukai,dan
administrasi perpajakan.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Pancasila
berperan penting bagi kehidupan barbangsa dan bernegara, dimana harus didasari
oleh kehidupan tatanan Negara seperti politik, ekonomi, budaya, hukum dan antar
umat beragama. Jadi, kita sebagai mahasiswa pencetus terjadinya reformasi, mari
kita tunjukan pada dunia bahwa kita mampu dalam merealisasikan semua cita-cita
dan tujuan dasar dari reformasi. Akan tetapi disamping itu, perlu kita sadari
juga bahwasanya kita merupakan mahasiswa sebagai tonggak dari penjunjung tinggi
hak asasi manusi masihlah belum maksimal kinerjanya untuk hal yang disebutkan
diatas. Maka, dari detik ini, kita sebagai generasi bangsa haruslah benar-benar
menanamkan nilai-nilai pancasila dalam setiap prilaku kita. Dimanapun, dan pada
siapapun.
3.2. Saran
Kami selaku penulis menyadari bahwa makalah
kami ini belum begitu sempurna dan masih terdapat banyak kesalahan baik dari
segi prnulisan maupun isinya. Olehkarna itu kami sangat mengharapkan kritik dan
saran dari para pembaca demi kesempurnaan dari makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Kaelan.
2004. Pendidikan Pancasila.
Jogyakarta: Paradigma, Edisi Reformasi.
Komalasari,
Kokom. 2007. Pendidikan Pancasila.
Jakarta: Lentera Cendekia.
“Pancasila
Sebagai Paradigma Reformasi”
http://exalute.wordpress.com/2008/07/24/pancasila-sebagai-paradigma-pembangunan/.20 Maret
2012. 07:08.
Syarbani,
Syahrial. 2004. Pendidikan Pancasila di
Perguruan Tinggi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar